
Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Dari Albert Einstein sampai Nikola Tesla, Mengapa Orang-orang Genius Punya Kebiasaan Aneh? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Berjalan kaki setiap hari
Kebiasaan berjalan setiap hari adalah penting bagi Einstein. Sewaktu dia sedang bekerja di Universitas Princeton, New Jersey, dia berjalan sekitar 2,4 km pulang-pergi kampus.
Dia mengikuti jejak langkah para pejalan rajin lainnya, termasuk Darwin yang berjalan selama 3 jam 45 menit setiap hari.
Kebiasaaan ini tidak hanya sebagai olahraga, ada bukti bergunung-gunung yang menyebutkan berjalan kaki bisa meningkatkan daya ingat, kreativitas, dan penyelesaian masalah. Untuk kreativitas setidaknya, berjalan di luar bahkan lebih baik. Tetapi mengapa?
Jika Anda memikirkannya, hal ini terasa tidak masuk akal. Berjalan kaki mengalihkan perhatian otak dari tugas serebral yang lebih banyak dan memaksanya untuk fokus pada penggunaan kaki di depan kaki satunya lagi dan tidak terjatuh.
Masukkan kata kunci 'transient hypofrontality' yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dasar, informasi mengesankan ini pada dasarnya berarti mengurangi aktivitas di bagian otak tertentu. Khususnya, lobus frontal, yang terlibat dalam proses yang lebih tinggi seperti daya ingat, penilaian, dan bahasa.
Dengan mengurangi aktivitas di bagian otak tertentu, otak mengadopsi gaya berpikir yang sangat berbeda, yang dapat memberikan wawasan yang tidak akan Anda dapatkan di meja kerja Anda.
Belum ada bukti atas penjelasan tentang manfaat berjalan kaki, tetapi ini adalah ide yang menarik.
Makan spaghetti
Jadi, apa yang dimakan oleh orang-orang genius? Sayangnya, belum jelas apa yang memicu pikiran Einstein yang luar biasa, walaupun di internet beredar klaim yang agak meragukan bahwa dia makan spaghetti.
Dia pernah bercanda bahwa hal-hal favoritnya di Italia adalah "spaghetti dan (ahli matematika) Levi-Civita," jadi kita mengikutinya. Walaupun karbohidrat memiliki reputasi buruk, seperti biasanya, Einstein sangat tepat.
Sudah kita ketahui bahwa otak membutuhkan banyak sekali nutrisi, mengonsumsi 20% energi tubuh meskipun hanya menyumbang 2% dari beratnya (mungkin saja Einstein lebih sedikit, berat otaknya hanya 1.230 gram dibandingkan berat rata-rata orang sekitar 1.400 gram).
Seperti bagian tubuh lainnya, otak lebih memilih untuk memproses gula sederhana, seperti glukosa, yang telah diurai dari karbohidrat.
Neuron membutuhkan pasokan yang hampir kontinu, dan hanya akan menerima sumber-sumeber energi lainnya saat benar-benar membutuhkan. Dan di situlah letak masalahnya.
Otak tidak bisa menyimpan energi, jadi ketika tingkat glukosa jatuh, energinya seketika itu juga habis.
"Tubuh bisa mengeluarkan beberapa dari simpanan glikogennya sendiri dengan cara melepaskan hormon stres seperti kortisol, tetapi ini ada efek sampingnya," kata Leigh Gibson, dosen psikologi dan fisiologi di Universitas Roehampton.
Ini termasuk rasa sedikit pening dan rasa bingung waktu kita tidak makan malam.
Suatu studi menemukan bahwa mereka yang makan karbohidrat rendah mempunyai waktu reaksi yang lebih rendah dan daya ingat spasial berkurang, walaupun hanya dalam jangka waktu pendek (setelah beberapa minggu, otak akan beradaptasi untuk mendapatkan energi dari sumber-sumber lain seperti protein).
Gula dapat memberikan otak dorongan yang bernilai, tapi sayangnya ini tidak berarti makan spaghetti terus-menerus adalah ide bagus.
"Biasanya bukti menyarankan bahwa sekitar 25 gram karbohidrat bermanfaat, tetapi melipatgandakannya akan mengganggu kemampuan berpikir Anda," kata Gibson.
Sebagai perspektif, itu sekitar 37 batang spaghetti, yang sangat sedikit dibandingkan apa yang terlihat (sekitar setengah dari porsi yang disarankan). "Cerita ini tidak sesederhana seperti kedengarannya," kata Gibson.
Merokok menggunakan pipa
Kini, banyak risiko kesehatan dari merokok diketahui oleh kalangan luas, jadi ini bukanlah kebiasaan yang patut diikuti.
Tetapi, Einstein adalah perokok pipa berat, dia terkenal di sekitar kampus karena asap rokok yang mengikutinya saat dia berjalan, selayaknya teori-teori yang dia ciptakan.
Dia terkenal sangat suka merokok, dengan mempercayainya sebagai "hal yang berkontribusi dalam proses penilaian yang menenangkan dan obyektif dalam semua urusan manusia." Dia bahkan memungut punting rokok dari jalan dan memasukkan sisa tembakau ke dalam pipanya.
Bukan perilaku seorang yang genius, tetapi dalam pembelaannya, walaupun bukti-bukti telah menggunung sejak 1940-an, pada saat itu tembakau secara umum tidak dihubungkan pada kanker paru-paru dan penyakit-penyakit lainnya sampai 1962, tujuh tahun setelah kematiannya.
Kini risikonya bukan rahasia lagi, merokok menghentikan pembentukan sel-sel otak, menipiskan korteks serebral (lapisan luar keriput yang bertanggung jawab atas kesadaran) dan membuat otak menginginkan oksigen.
Wajar untuk mengatakan bahwa Einstein pintar meskipun dia ada kebiasaan ini, tetapi dia pintar bukan karena itu.
Tapi ada satu misteri terakhir. Sebuah analisis dari 20.000 remaja di Amerika Serikat, yang kebiasaan dan kesehatannya dipantau selama 15 tahun, ditemukan bahwa tanpa melihat umur, latar belakang etnik atau pendidikan, anak-anak yang lebih cerdas tumbuh besar merokok lebih banyak dan lebih sering daripada kita.
Para ilmuwan masih tidak tahu mengapa, walaupun menariknya hasil ini tidak benar di tempat lain, di Inggris misalnya, para perokok cenderung memiliki IQ yang lebih rendah.
Tidak memakai kaos kaki
Daftar keunikan Einstein tidak komplit jika tidak menyebutkan keengganannya memakai kaos kaki.
"Waktu saya masih muda," dia menulis dalam sebuah surat kepada sepupunya yang menjadi istrinya, Elsa, "Saya mengetahui bahwa ibu jari kaki selalu melubangi kaos kaki. Jadi, saya berhenti memakai kaos kaki."
Di suatu hari, saat dia tidak dapat menemukan sandalnya, dia memakai sepatu model sling backs milik Elsa.
Ternyata, tampilan hipster Einstein mungkin tidak begitu membantunya. Sayangnya, belum ada penelitian yang melihat langsung dampak dari tidak memakai kaos kaki, tetapi mengubah penampilan dari pakaian formal menjadi kasual dikaitkan dengan kinerja buruk pada tes pemikiran abstrak.
Dan cara lebih baik untuk mengakhiri tulisan ini adalah saran dari Einstein sendiri. "Yang penting adalah untuk tidak berhenti bertanya, keingintahuan punya alasan sendiri untuk tetap ada," ujarnya pada majalah LIFE pada 1955.
Mungkin Anda juga bisa mencoba olahraga jari kaki. Siapa tahu berhasil, dan bukankah Anda penasaran ingin tahu hasilnya?