
Sejarah mencatat ada beberapa tokoh pejuang Aceh yang memakai jimat. Bahkan ketika mereka tewas, di sekitar mereka ditemukan jimat tersebut. Salah satunya adalah Teungku Di Cot Plieng, salah satu tokoh kunci dalam perang Aceh melawan Belanda.
Pemerintah Kolonial Belanda di Aceh mengakui ada kekuatan lain yang melindunginya, hingga ia selalu selamat dari berbagai pertempuran. Belanda sangat susah menangkapnya.
Dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh, terbitan PDIA, dijelaskan, mata-mata Belanda menyampaikan informasi bahwa Tgk Di Cot Plieng memiliki ilmu sakti dan sebuah jimat rante bui.
Jimat rantee bui milik Teungku Di Cot Plieng warisan Teungku Cik Di Tiro disimpan di Colonial Museum, Amsterdam, Belanda.
Tentang jimat yang dipakai Teungku Di Cot Plieng ini juga ditulis oleh penulis Belanda, HC Zentgraff, dalam buku Atjeh terbitan Koninklijke Drukkerij De Unie, Batavia. Edisi berbahasa Indonesia diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1983.
Malah, menurut HC Zentgraff, salah seorang perwira Belanda di Aceh, Kapten JJ Schmidt juga dikabarkan memiliki jimat rante bui. Isu itu sengaja digembar-gemborkan seolah-olah Schmidt juga memiliki kesaktian dari jimat tersebut.
Zentgraaff meyakini ada banyak ulama pemimpin perlawanan di Aceh yang memiliki jimat. Tapi ia hanya menyebut tiga nama saja, yakni Teungku Ibrahim Di Njong, Teungku Syik Samalang, dan Teungku Di Cot Plieng. Malah jimat yang dimiliki Teungku Di Cot Plieng merupakan warisan dari Teungku Cik Di Tiro.
“Komandan-komandan patroli Belanda yang paling ulung sekali pun, tak punya harapan menghadapinya. Teungku Di Cot Plieng merupakan yang paling utama di antara mereka. Tak ada seorang Aceh pun yang berani memberitahu di mana ulama yang sangat keramat itu,” tulis Zentgraaff.
Pada Juni 1904, pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Stoop, berhasil menemukan jejak pasukan Teungku Di Cot Plieng. Ia terus mengikuti jejak itu di dua aliran sungai Gle Keulebeu, hingga kemudian berhasil menemukannya. Perang jarak dekat pecah, tapi Teungku Di Cot Plieng kembali bisa lolos.
“Ia berhasil lolos dari lubang jarum, tapi Alquran dan jimatnya tertinggal. Jimat itu diyakini sebagai warisan dari Teungku Syeh Saman Di Tiro yang dikenal sebagai Teungku Cik Di Tiro,” ungkap Zentgraaff.
Jimat itu diserahan kepada Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Jendral Van Daalen. Tapi ia tidak suka pada hal-hal mistik, dan jimat itu kemudian diserahkan kepada Veltman, perwira Belanda yang fasih berbahasa Aceh. Kini jimat itu masih tersimpan di Colonial Museum, Amsterdam, Belanda dalam etnografia Aceh.