Mengenal Teori Dunning Kruger Effect dan Asal Usulnya yang Tak Terduga


Istilah Dunning Kruger Effect diperkenalkan pada 1999. Manusia-manusia yang disebut paling cemerlang dalam sejarah sudah mewanti-wanti jenis orang paling merepotkan di dunia ini.

Imam Al Ghazali berkata, “Orang yang tidak tahu (tidak berilmu), dan dia tidak tahu kalau dirinya tidak tahu, inilah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padaha tidak tahu apa-apa.”

Piers Anthony menyebut, "Orang paling bodoh adalah orang yang mengira dia tahu semuanya." 

Stephen Hawkings berkata, "Musuh terbesar dari pengetahuan bukan ketidaktahuan, tapi ilusi pengetahuan."  

Dunning Kruger Effect adalah fenomena bias kognitif atau pemikiran over narsistik terhadap kepandaian seseorang pada dirinya sendiri, sehingga menganggap bahwa apa yang ia percayai, pahami, atau lakukan, pasti suatu kebenaran dan tidak bisa diragukan siapa pun.

Istilah ini berasal dari dua nama psikolog ternama, David Dunning dan Justin Kruger, yang pada suatu saat menemui kasus sangat unik pada pemikiran tersangka perampokan bank.

Perampok bernama McArthur Wheeler tersebut sangat pede memasuki bank tanpa memakai topeng, penutup wajah, atau alat penyamaran apa pun. Otomatis tak lama kemudian, karena ada CCTV, polisi jadi sangat mudah mengenali sosok si pelaku. Alhasil, polisi pun menangkap perampok tersebut. 

Namun anehnya, dengan sangat kebingungan, si perampok ini malah terheran-heran dan bertanya-tanya pada para polisi, bagaimana mereka bisa menemukannya semudah itu. Padahal Arthur merasa sudah melakukan salah satu perampokan paling brilian sepanjang masa.

Kok bisa dia berpikir begitu?

Rupanya, Arthur merasa pede tidak memakai penutup wajah sama sekali, karena dia sudah melumuri wajahnya dengan perasaan air jeruk. Menurutnya, air perasan jeruk bisa digunakan untuk membaca tulisan yang tidak terlihat.

Nah, berbekal pengetahuan tersebut, Arthur merasa seharusnya tidak mungkin bagi kamera pengawas untuk bisa mengenali wajahnya yang sudah dengan sangat baik mengimplementasikan efek tidak kasatmata dari perasaan air jeruk. 

Pemikiran yang sangat konyol, kan?

Didasari atas kasus tersebut, Dunning dan Kruger akhirnya tertarik melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kasus-kasus serupa. Pasangan ini kemudian mengumpulkan beberapa partisipan, dan menguji para peserta pada logika, tata bahasa, dan selera humor mereka, dan menemukan bahwa mereka yang tampil di daftar bawah (nilai di bawah standar) menilai keterampilan mereka jauh di atas rata-rata.

Sampai Dunning dan Kruger akhirnya menarik kesimpulan bahwa fenomena ini ada karena adanya dorongan akibat beban ganda yang dimiliki orang bersangkutan.

Pada satu sisi, orang itu memang tidak ahli dalam kompetensi tertentu, dan di sisi yang lain juga tidak bisa mengelola mentalnya untuk mengakui bahwa ia memang tidak mampu. Orang tersebut tidak bisa menilai kemampuannya sendiri, tidak bisa mengakui kesalahannya sendiri, tidak merasa keliru, merasa kompeten di luar kapasitasnya, over confidence, dan tidak sadar kalau dirinya masih bodoh.

Si penderita merasa tahu sesuatu, pandai, paham, dan pintar atas sesuatu, padahal ia tidak tahu apa-apa terkait bidang tersebut. Maka, walaupun kebenaran sudah terang benderang, tetap akan dirasa gelap oleh mereka.

Dunning Kruger effect bisa menjangkiti siapa pun. Tapi dalam kadar tertentu masih termasuk wajar. Contohnya, pernahkah kamu mendengar orang yang sedang bernyanyi? 

Umumnya, jika kita bernyanyi, kita bisa percaya diri menganggap lagu yang kita bawakan sudah sangat baik. Kita menganggap sudah mengikuti nada yang benar dan musik yang menemani, sehingga lagu yang kita bawakan harusnya sudah benar. Apalagi waktu menyanyi di kamar mandi.

Tapi berapa kali kamu pernah ditegur karena salah membawakan nada? Salah tempo? Atau bahkan salah lirik? Dan kamu bingung kenapa masih ditegur padahal menurutmu yang kamu lakukan sudah benar?

Atau pernahkah pacar atau saudaramu memasak masakan yang dia kira sudah enak, padahal bagimu rasanya tidak jelas? 

Atau dalam sepakbola, kita tentu tak asing dengan komentar sarkas, "Penontonnya lebih jago dari pemain bolanya.” Sebagai penonton, kita sering merasa lebih pintar dari pelatih atau pemain bola dalam melancarkan strategi serangan atau melakukan eksekusi.

Itu contoh-contoh kecil Dunning Kruger Effect di sekeliling kita. Mungkin memang begitulah insting dasar alamiah bernama ego dalam diri kita. Yang senantiasa mengedepankan diri sendiri sebelum orang lain.

Yang jadi masalah adalah jika orang yang terkena ilusi kebenaran ini tidak mau mengakui kesalahan, kekeliruan, atau bahkan sama sekali menolak nasihat yang diberikan padanya. Maka merekalah jenis orang yang sebenarnya paling banyak membuat masalah di dunia ini.

Mereka memutuskan hal-hal yang sebenarnya bukan berada dalam kapasitasnya. Dan ini adalah contoh Dunning Kruger Effect yang marak kita temui. Beberapa tahun lalu, misalnya, ramai pendukung teori bumi datar. Mereka bukan astronot, bukan NASA, bukan ilmuwan astronomi, bahkan bukan saintis. Tapi dengan absurd membantah kenyataan bumi berbentuk bulat, walaupun sudah diberi bukti seterang matahari. 

Mereka membantah pengetahuan ilmuwan dari berbagai lintas zaman yang sudah mempertaruhkan kehidupan mereka demi mempelajari kebenaran, hanya dengan bukti yang mereka dapat dari video-video YouTube. 

Mereka jenis manusia yang sulit dikalahkan dalam debat, tidak mau kalah, tidak mau objektif, tidak mau menerima opsi atau perspektif, tidak mau disalahkan, bahkan tidak mau mengakui ketidaktahuannya.

Orang yang terkena Dunning Kruger Effect selalu merasa pengetahuannya yang secuil sudah melengkapi sudut pemahamannya pada suatu hal. Sehingga keras kepala jadi ciri khas mereka. Nasehat-nasehat, bagi mereka, cuma diciptakan untuk orang lain. 

Voltaire, sastrawan dan filsuf legendaris Prancis, pernah berkata, “Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir, semakin aku banyak belajar, semakin sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun.”