Face on Mars, Misteri Wajah Manusia di Planet Mars (Bagian 1)


Bagi sebagian besar kita, sepertinya tidak ada planet lain yang seeksotis Mars. Itu sebabnya, planet yang kerap dijuluki Planet Merah itu paling kerap mencuatkan spekulasi. Alasannya sederhana, yakni kita ingin tahu banyak, tetapi pengetahuan ke arah itu belum memadai.

Misalnya dengan spekulasi bahwa planet Mars merupakan markas para mahkluk cerdas (alien) yang kerap mengunjungi Bumi dengan kendaraan UFO. Spekulasi semacam itu, paling tidak, berawal dari sifatnya yang memang lain dari yang dimiliki planet lain dalam susunan tata surya kita.

Juga karena Mars memiliki sifat dan lingkungan mendekati Bumi yang dikenal bersahabat dengan kehidupan. Tekanan atmosfernya kurang dari seperseratus yang dimiliki Bumi, namun tak ada planet lain yang melampauinya. Begitu pula dengan komposisi karbondioksida, nitrogen, dan oksigen.

Hanya Mars yang paling bersahabat. Begitu pula dengan ketersediaan air. Walau jika dikondensasikan, total hanya terkumpul seperduaratus mililiter, hanya Mars yang memilikinya. (Rudolf Kippenhahn dalam Bound to the Sun: The Story of Planets, Moons, and Comets, 1990).

Semua unsur penopang kehidupan itu serta-merta mempertebal spekulasi tentang adanya makhluk hidup di sana. Atau, minimal, pernah ada kehidupan. Namun, spekulasi itu tak pernah berdiri sendiri. Karena, segalanya selalu dikaitkan dengan keberadaan makhluk dengan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari manusia, mengingat tantangan yang harus dihadapinya.

Semua spekulasi itu wajar adanya, terutama karena kalangan kosmolog kerap mengatakan, bahwa takabur jika manusia meyakini hanya dirinya makhluk hidup berakal-budi di alam semesta.

Alhasil, Mars akhirnya memang menjadi penopang satu-satunya dari segala keingintahuan umat manusia mengenai dunia luarnya. Itu sebabnya sejumlah upaya eksplorasi ruang angkasa selalu diarahkan terlebih dulu ke Mars, sebelum menyentuh tempat-tempat lain yang lebih jauh.

Maka tak heran juga jika berbagai wahana canggih kerap dikirim ke sana untuk sekadar mengenal lebih dekat.

Uniknya, semakin manusia mengenal planet yang warna kemerahannya berasal dari unsur besi ini, semakin banyak misteri yang melingkupi. Di antara temuan wahana antariksa yang paling bikin penasaran adalah bukit berupa wajah manusia (Face on Mars) yang terhampar di wilayah Cydonia. Monumen ini terbidik pertama kali oleh Viking 2 ketika sedang menyisir planet ini pada tahun 1972.

Dari sudut pengambilan, Face on Mars diperkirakan memiliki rentang 500 meter x 700 meter. Sejak itu, para ilmuwan pun diusik dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung terjawab.

Di antara pertanyaan yang kerap muncul adalah, apakah monumen itu suatu kebetulan belaka, atau memang sengaja dibuat oleh sebuah koloni cerdas? Kalau memang sengaja dibuat, apa maksudnya?

Keingintahuan Badan Ruang Angkasa AS (NASA), dan komunitas peminat masalah-masalah ruang angkasa, yang sudah begitu menjamur di sejumlah negara maju, seakan tak terbendung. Bagai prinsip keseimbangan antara ilmu dan kepedulian yang mereka miliki, mereka kerap mengaitkannya dengan berbagai hal.

Yang diulas majalah UFO (edisi Januari 1990) yang berkantor di Sunland, California dan UFO Universe (vol.8/no.6/93) yang berkantor di New York, sudah cukup memberikan gambaran.

Lalu, menyangkut monumen Face on Mars, sudah sampaikah mereka dalam pencariannya? Sayangnya, mengingat tak pernah ada data yang lebih akurat, misterinya tak pernah bisa terkuak.

NASA, sebagai badan ruang angkasa paling kompeten di dunia, hingga sejauh ini belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi yang jelas. Tampaknya, kegagalan Mars Observer 1992 telah membuat NASA kian berhati-hati dalam 'berbicara'. 

Pasalnya, sejak itu, segera muncul spekulasi bahwa bungkamnya wahana seharga miliaran dolar itu adalah sesuatu yang disengaja, demi kepentingan internal. Dalam hal ini, NASA dikabarkan sengaja mengubah sinyal Mars Observer agar tidak digunakan pihak-pihak lain untuk kepentingan sepihak.

Baca lanjutannya: Face on Mars, Misteri Wajah Manusia di Planet Mars (Bagian 2)