Sejarah Kelam di Balik Fried Chicken yang Terkenal di Dunia


Fried chicken, atau yang lebih kita kenal dengan ayam goreng tepung, sangat populer di dunia. Ayam goreng tepung sejatinya berasal dari Amerika Serikat (AS). Popularitas ayam goreng tepung tak luput dari restoran cepat saji asal AS yang mampu berekspansi hampir ke seluruh negara.  

Di balik sepotong fried chicken, ternyata memiliki sejarah panjang dan kelam.  

Sejarah fried chicken tak lepas dari ras dan eksploitasi budak kulit hitam di AS. Menurut penulis Amerika bernama John T. Edge dan Psyche Williams-Forson, melansir dari The Atlantic, asal muasal fried chicken tidak diketahui pasti apakah berasal dari budak Afrika atau orang Selatan keturunan Eropa. 

Diketahui bahwa orang Afrika Barat memiliki tradisi menggoreng makanan dengan minyak panas. Sementara fried chicken seperti yang kita kenal sekarang berasal dari AS bagian selatan. 

Melansir Eater, setidaknya selama 150 tahun, orang telah memasak dan menjual fried chicken di AS. Paling awal dilakukan oleh wanita berkulit hitam, yang baru dibebaskan dari perbudakan setelah Emancipation Proclamation pada 1863. 

Mereka manggunakan keahlian menggoreng ayam itu sebagai modal usaha untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Sebab saat itu tak banyak pekerjaan bagi orang berkulit hitam yang bebas dari perbudakan.  

Dari pertengahan abad ke-18 hingga Emancipation Proclamation, hidangan seperti fried chicken bisa dibilang sebagai spesialisasi juru masak orang berkulit hitam yang diperbudak. Mereka menggabungkan tradisi kuliner Afrika Barat dengan tradisi penduduk asli Amerika Utara dan penjajah Eropa. 

Pada awal abad ke-19, orang kulit putih dari kelas atas, Mary Randolph, menulis buku resep koki berkulit hitam dengan resep fried chicken di dalamnya. Inilah yang membuat fried chicken semakin populer.  

Namun demikian, popularitas fried chicken tidak berdampak baik bagi orang berkulit hitam, atau disebut Afrika-Amerika setelah bebas dari perbudakan. Adrian Miller, dalam buku Soul Food: The Surprising Story of an American Cuisine One Plate at a Time, menyebut, orang Afrika-Amerika digambarkan dalam iklan, kartu pos, surat kabar, dan selebaran, sebagai pencuri ayam dan konsumen hewan ayam goreng.  

Mirisnya, gambar dan stereotip itu bertahan sampai hari ini. Maka jangan heran saat ke AS, masih banyak orang Afrika-Amerika menolak makan fried chicken di tempat umum. 

Terlepas dari isu rasialisme, fried chicken selalu punya tempat di hari orang Afrika-Amerika. Ketika terjadi Great Migration, migrasi besar-besaran orang Afrika-Amerika dari selatan ke utara dan barat, fried chicken adalah ransum mereka.  

Orang Afrika-Amerika ditolak oleh banyak akomodasi untuk mereka rehat selama perjalanan. Jadilah mereka masak banyak fried chicken, dan makan saat lapar selama di perjalanan, meskipun makanan sudah dalam kondisi dingin. Ketika mereka sampai tujuan dan membangun pemukiman, fried chicken hadir sebagai sajian istimewa sehabis pulang beribadah dari gereja.   

Fried chicken mendunia 

Beberapa dekade kemudian, tepatnya setelah Perang Dunia II, Harland Sanders atau lebih dikenal Kolonel Sanders, seorang pebisnis asal AS, menjual fried chicken sendiri. Ia mengubah satu restoran di Kentucky, dan menjual fried chicken yang dinamai Kentucky Fried Chicken (KFC). 

Restoran ini berhasil berkekspansi ke luar negeri, yang bernilai jutaan dollar AS.  Dari berbagai periode sejarah tersebut, terlihat bahwa fried chicken sangat kontradiktif. Pengorbanan, semangat wirausaha, etnis, asimilasi, rasisme, dan pengaruhnya terhadap Amerika Serikat ada di sepotong fried chicken.