Perkembangan Kota-kota Dunia, dari Zaman Dulu sampai Sekarang (Bagian 1)


Kaki langit di sebuah kota merupakan wajah publik. Dan, seperti wajah dari hal-hal yang kita banggakan, kita mengingat betul kaki-kaki langit tertentu walaupun kita berada jauh dari segi jarak dan waktu.

Karena begitu kita pernah melihat sekali, bagaimana seseorang dapat melupakan kaki langit liris di Edinburgh, Manhattan, Hong Kong atau Helsinki?

Namun demikian, seperti wajah, kaki langit cenderung berubah seiring dengan bertambahnya waktu, meskipun kota-kota yang berhasil secara komersial justru dibuat baru walaupun bertambah usia, lebih tinggi dan bukannya mengerut, gemerlap dan bukannya keriput.

Coba lihat saja kaki langit yang ada sekarang di Kota London, semua gedung pencakar langit mahal menjamur seolah-olah semuanya mencari perhatian seperti calon-calon bintang pop yang tengah menghadiri acara pemberian penghargaan musik dalam suasana berisik.

Apakah ini benar-benar kaki langit Kota London yang terkenal dalam foto-foto Katedral St Paul yang dijepret selama serangan militer mendadak yang disebut Blitz pada tahun 1940-1941?

Ataukah suasana ini sama dengan pasca perang ketika karya agung Wren masih tercatat sebagai gedung paling tinggi di wilayah sekitarnya, dan dikelilingi oleh bata warna merah lunak dan gereja-gereja yang dibangun dari batu di Portland?

Mengubah wajah

Banyak orang ingat benar ketika Shenzhen di Cina selatan merupakan sebuah kota pasar kecil yang menghadap ke teluk di lepas pantai Laut Cina Selatan, dan bukannya lautan pencakar langit yang angkuh seperti sekarang.

Sebagian orang mengenal Dubai sebagai desa nelayan sederhana di Teluk Persia yang terkenal karena penyelam mutiaranya, dan bukan gedung pencakar langit ambisius dan berbagai regu pembersih kaca.

Gedung-gedung tinggi telah mengubah wajah kota-kota di seluruh dunia selama lebih dari 30 tahun terakhir. Namun demikian, bahkan kota-kota kecil maupun besar di Zaman Pertengahan sekalipun sudah mulai memiliki gedung tinggi dalam bentuk tertentu.

Kaki langit San Gimignano, kota yang terletak di bukit Tuscany, Italia tengah, dihiasi dengan 14 menara Zaman Pertengahan. Dari kejauhan, atau melalui pandangan mata, gedung-gedung tinggi yang dibentengi ini menjadikan San Gimignano tampak seperti Manhattan kecil.

Gambaran itu lebih tepat jika kita melihat kota Shibam di Yaman.

Meskipun jumlah penduduknya kurang dari 2.000 orang, permukiman di padang pasir ini membelakangi sebuah gunung yang dihiasi dengan berbagai bangunan tinggi dengan setidaknya memiliki 10 lantai atau bahkan lebih tinggi lagi.

Bangunan-bangunan tersebut dibuat dari batu bata dan sudah mengalami perbaikan atau bahkan dibangun lagi. Banyak diantaranya dibangun pada abad ke-16.

Didirikan untuk melindungi penduduk kota dari serangan untuk merampas yang dilancarkan oleh suku Bedouin, halangan berupa menara-menara ini benar-benar menyerupai kota modern jika dipandang dari jarak jauh, khususnya di tengah terik matahari ketika sinar matahari mengganggu pandangan mata.

Bukan tanpa alasan mengapa Shibam dikenal sebagai 'Chicago di Gurun Pasir' atau 'Manhattan di Timur Tengah'.

Menyentuh langit

Kota-kota lama sering kali dibangun di atas dataran tinggi atas alasan pertahanan. Dikelilingi oleh tembok rendah dan dihiasi dengan menara serta kubah, kota-kota itu menawarkan pemandangan layaknya dalam dongeng.

Meskipun kota Carcassonne, Prancis selatan, sebagian besar adalah hasil penciptaan ulang Abad ke-19, oleh arsitek Gotik Baru Prancis dan ahli teori Eugène Viollet-le-Duc, kaki langit kota itu tergolong salah satu kaki langit paling romantis.

Dilihat dari seberang ladang dan kebun anggur, mudah untuk membayangkan legenda Knights of the Round Table menerobos pintu-pintu gerbang bertembok.

Dari jarak dekat, Carcassonne ternyata hanya ilusi, jalan-jalan berdasar bebatuan banyak dikunjungi oleh wisatawan yang mengenakan topi baseball, baju hangat dan celana legging, bukan helmet menjulang, perisai dada dan pelindung lutut.

Kesan menakjubkan yang menggambarkan tentara dan agama Abad Pertengahan juga mewarnai Durham, Inggris timur laut.

Kesan ini khususnya begitu jelas ketika kita mengintip kadetral era Romawi dan kastil dinasti Norman dari jendela kereta cepat jurusan Edinburgh, Skotlandia, menuju Stasiun King's Cross di London.

Dan jika benteng kokoh di Durham tak dapat diabaikan, Edinburgh tetap menjadi salah satu kota terindah, sekalipun pihak pemerintah daerah, perencana dan arsitek selama beberapa dekade terakhir berusaha keras untuk tidak menonjolkan kaki langit.

Baca lanjutannya: Perkembangan Kota-kota Dunia, dari Zaman Dulu sampai Sekarang (Bagian 2)