Menguak Sejarah Pelawak yang Ternyata Sangat Mengejutkan (Bagian 1)


Sementara kepanikan terhadap pelawak jahat terus meningkat, Fiona Macdonald menemukan bahwa sisi gelap penghibur sirkus modern telah terjadi sejak Roma Kuno.

"Setiap hari dia duduk di depan cermin, sisir di tangan, membentuk penampilannya, menghapus bersih dan memulai kembali, sampai akhirnya sebuah wajah muncul dari cahaya lilin yang memperlihatkan seringai yang sulit dilupakan," tulis Andrew McConnell dalam biografi The Pantomime Life of Joseph Grimaldi.

"Dimulai dengan sapuan fondasi cat minyak tebal yang ditempatkan di seluruh wajah, leher dan dada yang terlihat… Dia memperbaikinya dengan sapuan bedak, kemudian mengecat luka merah darah, selai lebar untuk membentuk mulut yang terbuka. Mata lebar dan berbalik, dibentuk lengkungan alis… masing-masing pipi dibuat merah sehingga memperlihatkan kesehatan yang berlebihan, pada saat yang sama mengisyaratkan makhluk eksotik Hindu."

Ini adalah penggambaran topeng yang menakutkan. Sebagai penjelasan pelawak modern, ini memberikan pendalaman: saat pembawa kekacauan pindah dari panggung ke sirkus, mereka tetap mengganggu di samping menghibur.

Pada permulaan abad ke-19, bintang pantomim Inggris, Grimaldi, menyempurnakan tokohnya, Joey, karakter yang menjadi pendahulu pelawak yang kita kenal saat ini, yang meneror dunia lewat 'clown-demic'.

Sejumlah laporan pelawak yang berusaha mengajak anak-anak ke hutan di Negara Bagian South Carolina, Amerika Serikat, pertama kali muncul pada bulan Agustus. Sejak itu, terjadi sejumlah pemunculan pelawak yang bertingkah laku tidak baik, mengancam dunia.

Kepanikan masyarakat menyebabkan pembalasan, penangkapan, penutupan sekolah dan pejabat daerah melarang kostum pelawak saat perayaan Halloween. McDonald's membatasi penampilan umum Ronald McDonald, dan pawai 'Clown Lives Matter' yang dijadwalkan di Arizona, Amerika Serikat, harus dibatalkan karena penyelenggaranya menerima ancaman pembunuhan.

Kegilaan ini dikecam pelawak profesional, yang menyatakan ini akan mengancam kehidupan mereka, dan "berisiko merusak nama baik bentuk seni selamanya". Tetapi pelawak selalu mengancam penghibur anak-anak: ketika Grimaldi mengubah diri menjadi Joey, dia sebenarnya telah menggunakan tradisi yang sudah berumur ribuan tahun.

Humor jahat

Terdapat sejumlah catatan tentang pria lucu di zaman Romawi kuno yang mementaskan orang-orang meninggal saat pemakaman. Archimimus bahkan diizinkan mengejek anggota keluarga yang sedang berduka. Lucius M Sargent mengkaji bagaimana Suetonius, dalam Life of Tiberius, menggambarkan salah satunya pada pemakaman kaisar Vespasian.

"Pekerjaannya adalah meniru suara, gaya dan gerakan orang meninggal," tulis Sargent. "Orang ini menyampaikan lelucon terkait mahalnya biaya pemakaman."

Archimimus pada era Romawi bertingkah laku sama dengan pelawak kerajaan Eropa Abad Pertengahan. "Pelawak istana diizinkan mengatakan berbagai hal yang dianggap kasar, melanggar politik atau tidak diterima masyarakat, bahkan terkait dengan raja," kata Benjamin Radford, pengarang Bad Clowns.

"Dia dapat mengejek berat badan raja atau betapa muda usia haremnya, dan tidak akan dihukum mati karena peran pelawak adalah menjadi penutur kebenaran.

"Jika Anda melihat sejarah pelawak secara umum, mereka selalu merupakan tokoh yang ambigu. Kadang-kadang menertawakan diri sendiri, kadang-kadang mereka menertawakan kita - kadang-kadang mereka menjadi korban, kadang-kadang Anda korbannya. Adalah suatu kesalahan untuk bertanya kapan pelawak akan bertingkah laku buruk - karena mereka tidak pernah 'baik' sejak awal," katanya.

"Anda melihat peran Harlequin (karakter pembantu) dan tentu saja di Mr Punch - tokoh pelawak jahat yang dipentaskan di Inggris selama lebih 300 tahun. Ini adalah tokoh yang dicintai, yang lucu dan jahat. Ini adalah gabungan yang tidak bisa ditolak banyak orang."

Radfrod melihat persamaannya saat ini. "Donald Trump menggunakan aspek pelawak jahat dengan sempurna, dia adalah seorang penghibur, dia mengejek orang dan ketika diminta pertanggungjawabannya, dia mengatakan 'Saya hanya bercanda'. Dia melakukan hal ini untuk mendapat perhatian, sama seperti pelawak. Terlepas dari pandangan Anda terkait Trump, terdapat persamaan yang jelas dengan karakter pelawak jahat."

Menutupi ketakutan

Dalam penelitiannya, Radford terkejut dengan banyaknya tempat di mana tokoh ini muncul. "Ketika Anda mulai menghubungkan kaitannya dan mengidentifikasi tema umum karakter pelawak jahat, hal ini muncul," katanya.

Selama berabad-abad, orang Cherokee, Amerika Utara mementaskan ritual untuk menghadapi pihak luar. Tarian Booger dimulai dengan pembukaan yang menyuguhkan tarian anggota suku selama 30 menit: kemudian kelompok beranggotakan 10 pria tiba, memakai topeng mewakili orang asing, seringkali tubuhnya cacat karena infeksi cacar.

Antropolog Amerika Dr Frank Gouldsmith Speck mengkaji pementasan di tahun 1935 dan 1936 di tempat reservasi Cherokee di North Carolina barat. Dia menggambarkan bagaimana kelompok bertopeng "dengan kasar memasuki rumah di mana pesta dansa malam hari dilakukan. Tokoh bertopeng benar-benar merusak. Saat masuk, mereka bertingkah laku gila, jatuh di lantai, memukul penonton… dan mengejar anak perempuan."

Humor juga muncul selain ancaman pada ritual tersebut. Di bagian utama, setiap pria bertopeng "mementaskan langkah aneh dan tidak nyaman, seperti pria kulit putih yang canggung berusaha meniru tarian Indian".

Ini terus berlanjut "sampai semua pengunjung bertopeng bersaing untuk mendapatkan sambutan hangat penonton lewat nama dan lawakan mereka". Saat Booger datang, Speck mencatat, "ketika orang asing pertama ditanyakan kewarganegaraan dan jati dirinya, dia membuang angin dan disambut hangat penonton."

Baca lanjutannya: Menguak Sejarah Pelawak yang Ternyata Sangat Mengejutkan (Bagian 2)