
Skripsi dijadikan syarat kelulusan di program S-1 dengan maksud memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menunjukkan bahwa dia dapat menerapkan langkah-langkah pendekatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan dan melaporkannya secara tertulis. Biasanya, dalam skripsi tidak dituntut adanya sintesis baru atau penemuan baru.
Merujuk pada pengertian asal skripsi dari scriptum (English: Script), pengertian skripsi adalah: tulisan ilmiah, untuk membedakannya dari tulisan non-ilmiah seperti fiksi ataupun bentuk-bentuk penulisan esai dan opini.
Perbedaan yang mendasar dari bentuk-bentuk yang terakhir adalah tulisan ilmiah sangat terikat secara ketat dengan kaidah-kaidah dan norma-norma penulisan ilmiah.
Kaidah-kaidah tersebut, selain substansi tulisan yang mengupas suatu fenomena dengan memakai acuan teori yang sudah diakui keberadaannya dalam khasanah ilmu pengetahuan, mencakup juga kaidah dalam teknik-teknik baku penulisan ilmiah seperti teknik mengutip, penulisan kepustakaan, penulisan catatan kaki, bentuk outline tulisan, penulisan tabel, singkatan, maupun pilihan diksi yang lebih ketat (sedapat mungkin memakai teknik denotatif bukan konotatif), dan lain-lain.
Dengan pengertian sebenarnya yang dipentingkan dari pembuatan skripsi (selain teknik penulisan yang sudah baku) adalah bagaimana si penulis menjelaskan suatu gejala dengan merujuk pada satu atau lebih teori.
Dari pengertian ini, dapat terlihat bahwa bagi karya skripsi, yang dipentingkan adalah rujukan ilmiahnya. Dengan pengertian ini, substansi pengertian skripsi terletak pada usaha untuk menjelaskan (eksplanasi), dan mungkin pemerian yang lebih jelas (deskripsi) suatu gejala.
Dengan skripsi, kemampuan mahasiswa dituntut untuk merumuskan penalaran ilmiahnya terhadap suatu gejala, bagaimana gejala itu dicoba untuk dijelaskan dengan suatu rujukan teori, dan bagaimana kesimpulan yang diambil dari usaha-usaha untuk menjelaskan gejala tersebut.
Bisa jadi penalaran mahasiswa tadi berkembang lebih jauh, untuk mengembangkan suatu posisi ilmiah tertentu (berupa suatu tesis atau hipotesis tertentu), dan dituntut untuk dibuktikan lewat suatu penelitian ilmiah yang rumit.
Tapi skripsi tidak harus dituntut untuk mengembangkan suatu tesis tertentu, sekalian pula dituntut pembuktian hipotesis tadi dengan penelitian empiris yang bisa memakan waktu 6 bulan – 1 tahun. Mungkin pada titik ini kita harus menentukan pilihan skripsi tadi harus serta merta berbentuk tulisan ilmiah berupa laporan penelitian.
Artinya, apakah skripsi identik dengan penelitian?
Karena skripsi, pada pengertiannya yang asli, bisa saja jawaban terhadap persoalan ilmiah yang dilontarkan mahasiswa bisa dijawab dengan memakai pembuktian teori (ada yang mengatakannya dengan teoritis, atau pembuktiannya lewat analisis yang lebih bersifat kualitatif misalnya).
Bisakah, misalnya, skripsi hanya menganalisis novel dengan memakai teori Jung?. Bisa saja, yang penting dalam skripsi adalah kemahiran membedah masalah dengan rujukan teori, dan bagaimana, dengan rujukan teori tersebut, “tertib berpikir ilmiah” mahasiswa terlihat dengan jelas.