
Bagaimana para ahli paleontologi dapat merekonstruksi bentuk fisik dinosaurus hanya melalui tulang belulang saja?
Tadinya, mereka tidak bisa. Bahkan, lucunya, para paleontolog sering keliru saat penemuan-penemuan awal fosil dinosaurus. Mereka merekonstruksi binatang yang jauh berbeda dibanding apa yang kita ketahui sekarang.
Mari kita telusuri sejarah rekonstruksi dinosaurus dari awal sampai sekarang. Ini akan sedikit panjang.
Dr. Gideon Mantell menemukan fosil Iguanodon pada 1825. Saat itu dia menemukan fosil gigi-gigi mirip gigi reptil, sehingga dia menamainya "Iguanodon" yang berarti gigi iguana.
Selain itu, Mantell juga menemukan fosil berbentuk segitiga, seukuran genggaman tangan, yang dianggapnya sebagai tanduk Iguanodon. Kemudian, Mantell merekonstruksi hewan yang dinamainya Iguanodon itu.
Pada dasarnya, rekonstruksi Iguanodon pertama kelihatan seperti iguana asli yang diberi steroid.
Kemudian, fosil pinggul dan kaki belakang Iguanodon ditemukan. Dr. Mantell menyadari kekeliruannya bahwa ternyata Iguanodon berjalan tegak seperti hewan mamalia modern, dan bukan melata seperti kadal, jadi ilustrasinya pun berkembang.
Lalu, ilmuwan lain bernama William Buckland ikut merekonstruksi fosil yang sebenarnya lebih dulu dia temukan, yang, pada tahun 1824, dinamainya Megalosaurus (artinya "kadal raksasa").
Bicara soal Megalosaurus, fosilnya sudah ditemukan jauh di masa lalu, yaitu pada tahun 1676. Bagian fosil ini berupa potongan tulang paha bagian bawah, yang menyambung ke lutut. Seorang ilmuwan bernama Richard Brookes menamai fosil tulang tersebut "Scrotum Humanum" pada 1763 karena dia pikir bentuknya mirip skrotum alias testis manusia.
Robert Plot, seorang profesor dari Universitas Oxford, menganggap bahwa tulang itu terlalu besar bagi hewan apa pun yang hidup di Inggris pada zaman itu. Tadinya dia mengusulkan bahwa itu adalah tulang gajah perang yang digunakan bangsa Romawi. Lalu, Plot berpikir bahwa mungkin itu adalah tulang manusia raksasa seperti yang disebutkan di Injil.
Permasalahan Scrotum Humanum tidak terselesaikan sampai bertahun-tahun kemudian, ketika William Buckland menemukan fosil rahang yang dinamainya sebagai Megalosaurus.
Belakangan, kita mengetahui bahwa Scrotum Humanum adalah tulang milik Megalosaurus.
Pada tahun 1841, seorang ilmuwan lain bernama Richard Owen mengumumkan bahwa tiga reptil raksasa yang sedang heboh dibicarakan ilmuwan (Iguanodon, Megalosaurus, dan Hylaeosaurus, yang dinamai oleh Owen sendiri) adalah "reptil kelas lanjut" yang berbeda dari reptil yang dikenal saat ini. Di tahun berikutnya, Owen mengelompokkan trio reptil raksasa itu, dan menamai kelompoknya sebagai Dinosaurus, yang berarti "kadal yang menakutkan".
Tahun-tahun berikutnya, semakin banyak fosil dinosaurus yang ditemukan. Lucunya, saat itu ilmuwan masih menganggap bahwa dinosaurus semuanya berjalan dengan empat kaki, ekornya diseret di tanah, dan merupakan makhluk raksasa bersisik yang gemuk dan lambat.
Bahkan, semua dinosaurus karnivora disebut sebagai Megalosaurus, tidak peduli di mana pun ditemukan atau bagaimana pun bentuknya. Akhirnya, ada begitu banyak dinosaurus yang dinamai Megalosaurus. Para ilmuwan berkata, "Cukup! Mari kita namai sungguh-sungguh hewan-hewan ini, biar tidak bingung!"
Maka dimulailah penamaan-penamaan sungguhan itu.
Lalu, gagasan mengenai dinosaurus yang semuanya berkaki empat itu pertama ditantang ketika para ilmuwan menemukan fosil Compsognathus di Jerman pada tahun 1859. Fosil ini jelas-jelas menunjukkan keberadaan dinosaurus bipedal alias berjalan dengan dua kaki.
Lucunya, para paleontolog saat itu tetap bersikukuh bahwa semua dinosaurus berkaki empat. Compsognathus bahkan tidak digolongkan sebagai dinosaurus karena dianggap terlalu kecil. Maklum, fosil yang ditemukan saat itu panjangnya cuma 70 cm.
Tetapi, kebenaran akhirnya terungkap pada tahun 1870-an, saat fosil Eustreptospondylus ditemukan di Oxford, Inggris. Fosil itu menunjukkan dinosaurus karnivora sepanjang sekitar 4 atau 5 meter, yang berarti lumayan besar, berdiri dengan dua kaki.
Tak lama kemudian, bukti itu diperkuat dengan berita dari paleontolog asal Amerika Utara, yang menemukan fosil dinosaurus lain yang dengan jelas menunjukkan bahwa dinosaurus pemakan daging rupanya berjalan dengan dua kaki. Belakangan, fosil itu dinamai Allosaurus.
Akhirnya, dirombaklah rekonstruksi dinosaurus pemakan daging menjadi berkaki dua.
Semakin lama, paleontolog juga tahu bahwa rupanya kelompok dinosaurus herbivora tertentu yang disebut Ornithopoda, juga bisa berjalan dengan dua kaki, misalnya Iguanodon.
Bicara soal Iguanodon, masih ingat "tanduk" yang ditemukan Mantell? Nah, lambat laun diketahui bahwa tulang segitiga itu sebenarnya bukan tanduk, tapi kuku di ibu jari Iguanodon.
Kekeliruan demi kekeliruan rekonstruksi akhirnya terungkap dan diperbaiki seiring penemuan-penemuan fosil yang lebih akurat dan teknologi lebih canggih yang membuat kita mampu meneliti fosil dengan lebih seksama.
Misalnya, tadinya para ahli mengira semua dinosaurus menyeret ekornya, seperti kadal modern. Dinosaurus berkaki dua juga digambarkan berdiri tegak seperti kanguru.
Ternyata, setelah mempelajari tulang pangkal ekor banyak jenis dinosaurus, mereka menemukan bahwa terdapat cukup otot dan tulang yang kokoh bagi dinosaurus untuk mengangkat ekornya dari tanah.
Beberapa dinosaurus—termasuk Iguanodon—bahkan mempunyai tendon di ekor mereka, yang menyebabkan ekor mereka jadi kaku, dan mustahil diseret di tanah begitu saja.
Baca lanjutannya: Begini Cara Ahli Paleontologi Merekonstruksi Wujud Dinosaurus (Bagian 2)