
Jika kita mengecualikan prank, foto editan, dan susunan kerangka buatan yang tidak berdasarkan temuan, maka sejauh ini tidak ada fosil manusia raksasa. Klaim keberadaan manusia raksasa dari jejak kaki yang tersebar di beberapa tempat di dunia juga dapat dijelaskan sebagai pareidolia atau pahatan manusia.
Kenapa tidak ada fosil manusia raksasa? Ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Bisa dipisah sendiri-sendiri atau digabung sekaligus.
Jawaban pertama, yang “tidak terlalu aman”: Mengapa tidak ada fosil manusia raksasa? Karena manusia raksasa pada dasarnya mustahil ada, jika kita mengikuti hukum alam semesta yang kita tempati.
Seluruh makhluk hidup di Bumi, sejak 3,5 miliar tahun silam saat kehidupan pertama muncul maupun saat seratus-dua ratus tahun lalu, maupun sekarang dan masa depan, terikat oleh berbagai hukum alam. Di antaranya adalah membatasi sampai sebesar apa suatu makhluk hidup bisa eksis, yaitu Square Cube Law dan gravitasi.
Mari kita mulai dari yang lebih asing di antara keduanya. Apa yang dibahas Square Cube Law?
Gampangnya begini. Kita tahu bahwa benda tiga dimensi memiliki panjang, tinggi, dan lebar. Oleh karena itu, ia punya isi (volume). Kecuali pada ukuran-ukuran tertentu, volume benda tiga dimensi akan berbeda jauh dibanding luas permukaannya.
Pada benda-benda tiga dimensi yang sangat kecil (contohnya sel, basis kehidupan yang kita kenal), volume benda tersebut lebih kecil dibanding luas permukaannya. Tetapi, ketika benda tiga dimensi semakin besar, volumenya akan semakin besar hingga menyalip luas permukaannya.
Fenomena ini menyebabkan masalah karena, pada manusia, sel manusia menghasilkan kalor melalui metabolisme. Ketika kalor yang dihasilkan dari volume sel ini tidak bisa keluar dengan lancar karena luas permukaan selnya terlalu kecil, maka sel akan overheat dan mengakibatkan organisme pemiliknya mati.
Yang perlu diketahui adalah, ukuran sel dari tiap hewan vertebrata umumnya tidak jauh berbeda. Ukuran sel tikus, kucing, kuda, dan gajah tidak jauh berbeda meski ukuran badan mereka berbeda-beda. Yang berbeda adalah jumlah sel yang ada di tubuh.
Hewan-hewan kecil seperti tikus, hamster, dan katak jauh lebih mudah mati kedinginan dibanding buaya, kuda, atau gajah, karena panas tubuh yang keluar—berhubung luas permukaannya besar dibanding volume tubuhnya. Oleh karena itu, mereka mengimbangi panas yang hilang ini dengan makan terus-menerus agar tubuhnya memproduksi panas.
Hewan-hewan berukuran besar juga mempunyai mekanisme tersendiri agar badan tidak overheat. Sel-sel mereka tidak seaktif sel-sel hewan bertubuh kecil, dan biasanya mereka mempunyai bentuk tubuh yang mengoptimalkan luas permukaan badan. Misalnya gajah memiliki sepasang telinga yang lebar (luas permukaannya besar) untuk membantu melepas panas.
Artinya, dengan tubuh berbentuk manusia, aktivitas manusia, dan laju metabolik setingkat manusia, maka “manusia” setinggi lebih dari 10 meter akan tewas karena sel-selnya overheat.
Tentu saja bukan berarti tidak ada makhluk hidup yang bisa tumbuh setinggi lebih dari belasan meter. Yang sampai tembus 100 meter juga ada. Syaratnya satu: pindah kingdom, bukan hewan lagi.
Beberapa pohon redwood seperti Hyperion (nama yang diberikan untuk pohon tertinggi) bisa hampir setinggi Monas.
Sel-sel tumbuhan bekerja dengan cara yang berbeda, dan memiliki dinding sel serta tipe jaringan tertentu yang membuat mereka bisa sangat kaku. Hanya saja, mereka tidak bisa jalan-jalan. Bahkan bagi adaptasi ala tumbuhan, sepertinya ada batasan sampai seberapa tinggi mereka mampu tumbuh, karena pohon yang tingginya di atas 80 meter juga tidak banyak.
Itu belum mempertimbangkan pembatas kedua, yaitu gravitasi.
Sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita bahwa dengan proporsi yang sama, orang setinggi 150 cm akan lebih ringan dibanding orang setinggi 180 cm. Manusia berjalan dengan hanya dua kaki, sehingga beban terdistribusi hanya ke kedua penyangga ini.
Semakin berat beban yang ditanggung, harus semakin kuat juga persendiannya, terutama kaki. “Material” persendian berupa jaringan otot dan tulang tidak akan kuat menanggung beban yang amat berat sehingga pasti akan kolaps.
Ini mirip seperti kita memaksakan ingin membangun gubuk dari bambu, kayu, dan rumbia, tapi kita ingin gubuknya setinggi 100 meter.
Apakah kita tidak bisa membangun gubuk setinggi 100 meter? Bisa saja, tapi materialnya bukan lagi bambu, kayu, dan rumbia, melainkan baja, beton, dan kaca. Dan jika materialnya sudah seperti itu, maka namanya bukan gubuk lagi, tapi gedung.
Hewan tertinggi sejauh yang kita tahu adalah dinosaurus yang hidup 144 juta tahun yang lalu. Tingginya sekitar 17 meter, dan tentu saja tidak ada mirip-miripnya dengan manusia:
Kelompok dinosaurus terbesar memiliki bangun tubuh yang seperti ini. Kaki ada empat, untuk membantu mendistribusikan beban lebih merata. Ekor dan leher memanjang untuk saling menyeimbangkan. Tulang-tulang mereka tidak padat, tetapi berongga, agar massanya lebih ringan.
Mamalia-mamalia terbesar juga sama, berdiri dengan empat kaki.
Pembahasan mengapa tidak mungkin ada manusia raksasa masih bisa kita teruskan lagi, tapi mari kita sudahi dulu sampai di sini dan beralih menengok jawaban kedua.
Omong-omong, alasan yang sama juga yang membuat kaiju seperti Godzilla dan kawan-kawan tidak mungkin ada.
Jawaban kedua, ini yang “lebih aman”. Mengapa tidak ada fosil manusia raksasa? Karena manusia umumnya dikubur, dibakar, atau dilarung setelah meninggal.
Proses fosilisasi membutuhkan keadaan khusus agar dapat terjadi. Proses ini memerlukan lingkungan dengan sedikit oksigen, sedikit organisme pengurai, dan minim gangguan selama jasad makhluknya terkubur sedimen. Proses ini juga panjang secara skala waktu biologis, yaitu harus lebih dari 10.000 tahun.
Dinosaurus-dinosaurus dan makhluk prasejarah lain yang saat ini kita temukan fosilnya, hanyalah sebagian kecil dari kehidupan yang saat itu ada. Hanya mereka yang mati di tempat yang tepat dan melalui proses yang tepat, yang dapat memfosilisasi. Itu juga kecil kemungkinan kerangkanya akan lengkap.
Ketika manusia dikubur, umumnya tanah yang digunakan untuk mengubur adalah tanah yang gembur, sehingga organisme pengurai akan dengan cepat menghabisi tubuh makhluk hidup yang terkubur—termasuk tulangnya—sehingga kecil kemungkinan orang yang dikubur akan memfosil. Apalagi jika dibakar.
Jadi begitulah penjelasan mengapa fosil manusia raksasa belum pernah ditemukan.
Perlu diingat bahwa tidak semua kepercayaan mengimani manusia berukuran raksasa sebagai nenek moyang. Sains tidak boleh memihak dan harus mencari jawaban yang universal, jadi kita tidak bisa memaksakannya. Toh, saat ini sains sudah menemukan jawabannya sendiri yang universal dan sesuai dengan temuan-temuan sains yang lain, jadi sebenarnya tidak ada masalah.