
Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Studi Tentang Gosip, dari Bisik-bisik Tetangga sampai Gosip Selebriti - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Tetapi gosip yang buruk biasanya cepat dibungkam. Kita cenderung secara bawah sadar membuat penilaian cepat tentang motivasi para tukang gosip. Dan orang-orang yang menyebarkan gosip negatif yang terkesan hanya menguntungkan diri sendiri kurang dihormati dan kurang disukai.
"Orang yang pintar menyadari bahwa orang-orang yang sering bergosip kemungkinan juga akan bergosip tentang mereka, dan kesadaran itu masuk dalam persepsi mereka," kata Farley.
"Dan terutama jika informasi yang mereka sampaikan umumnya negatif, orang-orang tidak berpikir positif tentang orang lain yang menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan aib orang lain. Jadi, singkatnya, orang menghormati orang lain yang selektif dengan gosip mereka."
Tetap saja, itu tidak mudah.
Kepercayaan akan ilmu hitam di bagian-bagian tertentu Afrika sub-Sahara menunjukkan bagaimana gosip dapat berujung pada kepanikan dan kekerasan.
Di Tanzania, antropolog Simeon Mesaki mengatakan bahwa hubungan saudara perempuan dan bibinya jadi renggang setelah seorang peramal menyalahkan sang bibi atas cacat perkembangan keponakannya. Dalam perkembangan gosip ini, ibunya juga terjerat dalam perselisihan keluarga.
Mesaki, dari Universitas Dar es Salaam, menunjukkan bahwa konsekuensinya bisa lebih parah daripada kerenggangan. Baru-baru ini, katanya, "beberapa peneliti dibunuh di distrik Chamwino karena dianggap sebagai chinja chinja atau mumiani [makhluk mirip vampir] yang ingin menguras darah dari penduduk setempat. Ini adalah gosip jahat. "
Dalam situasi ekstrem seperti ini, terutama di mana literasi sains rendah dan kondisi keuangan rentan (dan ketika pembunuh bayaran, dukun, dan lain-lain mencari untung), gosip bisa jadi sangat berbahaya.
Tapi ia masih bisa menjalankan fungsi sosial yang bermanfaat sebagai cara untuk memperkuat idealisme egalitarianisme. Seseorang yang memperoleh kekayaan secara tiba-tiba dan misterius, misalnya, adalah sasaran gosip. Sangat menggoda untuk percaya bahwa kekayaan mereka berasal dari kekuatan jahat. Tapi meredakan kecurigaan ini dengan berbagi informasi bisa baik untuk harmoni sosial.
Gosip juga bisa membantu mengurangi stigma. Bianca Dahl, seorang antropolog di Universitas Toronto, memberi contoh tentang orang Tswana di Botswana yang bergosip tentang infeksi HIV.
Selama tidak dilakukan dengan cara menjelek-jelekkan orang yang kabarnya terinfeksi – sekali lagi, ada perbedaan antara bagaimana sebagian besar dari kita menganggap suatu gosip sebagai negatif, dan bagaimana ilmuwan sosial mendefinisikannya – gosip dapat mengurangi penghakiman tentang perilaku seksual orang yang terinfeksi.
Jadi bagaimana kita bisa memaksimalkan manfaat gosip—dan mengurangi kerugiannya?
Cole menyarankan empat prinsip: menjaga kerahasiaan dalam bergosip, membuat gosip yang berguna, tidak berbohong, dan berhubungan dengan pendengar. Menghindari anonimitas juga dapat membantu.
Lebih umum, Dahl menyarankan pemahaman tentang alasan gosip dan misinformasi. Di pedesaan Bostwana, alasan itu mungkin keinginan untuk menghindari stigma penularan HIV. Di kota kecil Amerika, mungkin ketakutan akan perubahan sosial yang menjadi alasannya.
"Anda harus mulai dengan menangani akar emosional dari suatu keyakinan, dan dengan mengeksplorasi 'kegunaan' keyakinan tersebut bagi orang-orang," kata Dahl. "Pokoknya, kita berpegang pada suatu keyakinan sebagian karena kebenaran emosional yang ditawarkannya."
Gosip bisa jadi eksklusif dan berbahaya. Tapi ia tidak bisa dihindari—dan bisa menjadi hal yang baik. Memahami apa yang orang-orang dapatkan dari gosip adalah salah satu cara untuk memerangi keyakinan yang berbahaya.