Mengapa Diponegoro Sulit Dikalahkan, Padahal Cuma Bersenjata Keris?


Belanda tidak akan menderita kerugian materi hingga 25 juta gulden (kurs tahun 1830) dan kehilangan 15.000 jiwa serdadunya yang 53 persennya adalah serdadu berkebangsaan Eropa, jika Pangeran Diponegoro dan pasukannya hanya bersenjatakan keris saat perang. Pasukan perang Diponegoro dibekali senjata api untuk melawan pasukan Belanda.

Perang Diponegoro adalah peperangan front terbuka, sekaligus gerilya yang harus dihadapi militer Belanda. Pasukan-pasukan yang diturunkan oleh Belanda merupakan pasukan gabungan antara infanteri, kavaleri, dan artileri. Sekaligus Belanda juga melakukan intrik spionase dan propaganda dalam peperangan ini.

Sementara itu, Pangeran Diponegoro menyerukan jihad fi sabilillah dan membagi-bagi pasukannya menjadi beberapa batalyon, yang masing-masing dipimpin oleh komandan perang. Pangeran Diponegoro sendiri memimpin perang secara mobile, berpindah-pindah dari satu desa ke desa lainnya, demi menjaga pasokan logistik untuk para pasukannya, dan melakukan propaganda untuk merebut simpati rakyat.

Jauh sebelum peristiwa tentara Sovyet bersekutu dengan alam pada musim dingin sehingga mampu memukul mundur pasukan Nazi dalam Operasi Barbarossa pada Perang Dunia 2, pasukan Diponegoro lebih dulu melakukan taktik itu dengan memanfaatkan kondisi musim hujan sebagai senjata dan tameng mereka.

Singkat cerita, Pangeran Diponegoro adalah ahli strategi perang yang cerdik dan didukung oleh panglima dan pasukan yang kuat. Hanya saja, tipu daya dan kelicikan Belanda yang lebih hebat membuat sang pangeran tertangkap, lalu diasingkan ke Sulawesi, pulau yang berjarak lebih dari 1.000 km jauhnya dari Yogyakarta, tanah kelahirannya.

Trivia:

Saking dahsyatnya peperangan melawan Pangeran Diponegoro, Belanda sampai harus melakukan gencatan senjata pada Perang Padri di Sumatera, untuk memobilisasi pasukannya dari Sumatera ke Jawa.

Sentot Prawirodirjo masih berusia 18 tahun ketika ditunjuk menjadi panglima pasukan kavaleri Diponegoro.

Perang Diponegoro adalah peperangan terakhir yang dilakukan bangsawan Jawa melawan Belanda.