Mengapa Definisi Kecantikan Bisa Berbeda di Berbagai Tempat?


Sebagai manusia berbudaya, kita terbiasa hidup beriringan dengan produk kebudayaan yang dihasilkan oleh suatu budaya, dan dalam hal ini kita telah terbiasa hidup dengan standar-standar yang ada. Seperti yang telah kita ketahui, sejak awal masyarakat telah terobsesi dengan standar-standar tersebut, khususnya standar kecantikan. 

Kendati demikian, konsep kecantikan merupakan konsep yang subjektif dan relatif. Seseorang dapat dikatakan sejalan atau tidak dengan suatu standar kecantikan, tergantung letak geografis dan tempat orang itu tinggal atau berpergian. 

Budaya selalu menghasilkan produk-produk kebudayaan yang kemudian membuat kita terbiasa hidup beriringan dengan produk kebudayaan itu. Produk kebudayaan dapat berupa apa saja, dari adat istiadat, benda, bahkan pemikiran. 

Dewasa ini, kita telah terbiasa hidup sejalan dengan produk kebudayaan yang ada. Contohnya, kita telah biasa hidup dengan standar-standar yang ada, khususnya standar keindahan atau kecantikan. 

Bagi orang-orang terdahulu, keindahan atau kecantikan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang disukai, diinginkan, yang pada akhirnya membentuk konsepsi atau gagasan tersebut sebagai sesuatu yang kita kejar terus menerus di sebagian besar hidup sebagai manusia yang berbudaya.

Dikatakan oleh Diotima dalam pembicaraannya dengan Socrates, keindahan atau kecantikan merupakan apa-apa yang telah diberikan sebagai sebuah representasi objek dari sebuah keinginan, sehingga hal-hal indah dan hal-hal terkait, serta konsepsi dan gagasan mengenai keindahan atau kecantikan, semuanya pasti diinginkan. 

Menurut Diotima lagi, keindahan atau kecantikan merupakan apa-apa yang diinginkan, yang kemudian disesuaikan dengan standar yang ada di suatu wilayah tertentu.

Dengan kata lain, keinginan yang tak tertahankan untuk memiliki hal-hal yang indah inilah yang kemudian menjadi titik berangkat dalam menggapai gagasan kecantikan bersamaan, dengan kondisi yang diperlukan untuk menggapai gagasan atau konsepsi tersebut. 

Hal inilah yang selanjutnya membuat keindahan atau kecantikan dipahami secara berbeda-beda, tergantung waktu dan letak geografisnya. Selain itu, keindahan atau kecantikan, dilansir dari artikel jurnal berjudul “The Fiction of the Standard of Taste: David Hume on the Social Consitution of Beauty” yang ditulis Alessandra Stradella, diperkenalkan sebagai salah satu penyebab dari semangat akan kebanggaan.

Lebih lanjut, kecantikan merupakan apa-apa yang membuat seseorang bergairah dan memiliki kesan tertentu dalam jiwanya. Kendati demikian, dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Stradella, hal ini kemudian mengarahkan pada pertanyaan yang harus dipertanyakan, seperti, “Apakah kecantikan bukan sesuatu yang nyata dan berbeda dari kekuatan untuk menghasilkan kesenangan?” 

Pertanyaan ini yang kemudian membuat kecantikan luput dari suatu definisi tertentu. Kendati demikian, keindahan atau kecantikan dijelaskan sebagai sesuatu yang memberikan kesenangan yang khas. Hal ini karena pada keindahan atau kecantikan terdapat keteraturan dan konstruksi yang cocok untuk kepuasan jiwa, baik oleh konsititusi utama dari sifat yang dimiliki, kebiasaan, atau suatu tingkah laku.

Selain itu, keindahan atau kecantikan, dikatakan oleh Hume, tidak lain merupakan suatu form yang kemudian membentuk kesenangan. Seperti sebuah kausalitas, keindahan atau kecantikan merupakan sesuatu yang biasa kita rasakan dan kita lihat terus menerus. Karena, seperti yang pernah dikatakan Hume, keindahan atau kecantikan bukan sekadar kesan semata. 

Kecantikan lebih tepatnya merupakan hal-hal yang mengesankan kita. Pemikiran ini merupakan titik yang berangkat secara bersamaan dengan suatu cara yang kemudian meninggalkan kesan di benak kita sebagai manusia.