Hukum Mendel sebenarnya bukan sebuah hukum dalam pengertian ilmiah. Hukum Mendel ada dua, yaitu hukum segregasi dan hukum pemilihan bebas.
Hukum segregasi berbunyi sebagai berikut: Pada pembentukan gamet kedua gen yang merupakan pasangan akan dipisahkan dalam dua sel anak.
Hukum pemilihan bebas berbunyi sebagai berikut: Bila dua individu berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya.
Teori genetika Mendel diterbitkan tahun 1866, merupakan terobosan yang mengajukan keberadaan ‘karakter konstan’ atau satuan pewarisan (yang sekarang diasosiasikan dengan gen), sementara hukum dominasi, segregasi, dan pemilihan bebasnya berhasil memprediksi distribusi karakter fenotipe.
Sekitar 30 tahun setelah karya Mendel ditemukan kembali tahun 1900 dan diverifikasi oleh masyarakat ilmiah, genetikawan Inggris, Ronald A. Fisher, menyadari kalau Mendel sangat beruntung – atau mungkin ia malah berbohong.
Dari banyak sekali sifat yang dapat dipelajari Mendel, ia menerbitkan hasilnya pada tujuh sifat yang sesuai dengan hukum segregasi dan keragaman mandiri, punya dua alel, dan menunjukkan pola pewarisan dominan-resesif.
Fisher menekankan, Mendel harus menerbitkan sebagian datanya yang ia pahami dan menyisakan lainnya. Setelah Mendel wafat, semua makalahnya terbakar, jadi kita tidak pernah tahu kebenarannya. Yang “lain” mungkin mencakup semua bagian yang membuat pewarisan kacau, seperti epistasis dan sambungan.
Walau hukum Mendel memberikan landasan aman yang dibutuhkan genetika, ia diturunkan dari eksperimen dengan populasi kecil dan beberapa generasi varietas kacang ercis. Karenanya, perlu untuk mengekstrapolasi konsekuensi hukum Mendel pada populasi alami yang lebih besar dan banyak generasi, sebelum dapat berperan dalam debat evolusi.
Ekstrapolasi teoritis dari kebun Mendel pada arah evolusi paling besar merupakan produk dari buku Fisher, The Genetical Theory of Natural Selection (1930), dan Haldane The Causes of Evolution (1932), serta esai-esai klasik Wright (1931, 1932), yang bersama-sama mendefinisi ulang darwinisme sebagai studi bagaimana seleksi alam dan proses demografis lainnya mempengaruhi kelangsungan hidup dan transmisi satuan pewarisan dalam populasi alamiah.
Gen Pleiotropis
Salah satu penyanggahan hukum Mendel yang pertama adalah penemuan gen pleiotropis. Gen tertentu dapat mengendalikan lebih dari satu fenotipe. Gen yang mengendalikan fenotipe jamak disebut pleiotropis. Pleiotropi sangat umum ditemukan; hampir semua gangguan gen tunggal yang terdaftar dalam Online Mendelian Inheritance in Man menunjukkan efek pleiotropis.
Ambil contoh fenilketonuria (PKU). Penyakit ini diwariskan sebagai kerusakan gen tunggal dan resesif autosom. Ketika seseorang dengan fenotipe resesif homozigot mengonsumsi zat yang mengandung fenilalanin, tubuh mereka kehilangan jalur biokimia yang sesuai untuk memecah fenilalanin menjadi tirosin.
Sebagai hasilnya, fenilalanin menumpuk di tubuh, mencegah perkembangan otak normal.
Fenotipe primer orang dengan PKU adalah retardasi mental, namun jalur biokimia yang rusak mempengaruhi sifat fenotipe lainnya. Karenanya, pasien PKU juga memiliki warna rambut terang, pola jalan dan duduk yang tidak biasa, masalah kulit, dan kejang-kejang. Semua sifat fenotip yang berasosiasi dengan PKU berkaitan dengan satu gangguan gen saja, bukan tindakan lebih dari satu gen.
Lebih Banyak Lagi Pengecualian Hukum Mendel
Seiring lebih baiknya gangguan genetika dipelajari, banyak pengecualian dari aturan pewarisan Mendel ditemukan. Bagian ini membahas tiga pengecualian penting.
Pencetakan Genomik
Ketika sifat diwariskan pada kromosom autosom, mereka pada umumnya ditampilkan sama pada jantan dan betina. Dalam beberapa kasus, gender orang tua yang menyumbang pada alel tertentu dapat mempengaruhi bagaimana sifat diekspresikan; hal ini disebut pencetakan genomik (genomic imprinting).
Domba yang diternakkan di Oklahoma ditemukan memiliki contoh mengagumkan dari pencetakan genomik. Seekor domba bernama Solid Gold memiliki bagian belakang yang sangat besar bagi jenisnya. Pada gilirannya, Solid Gold melahirkan domba lain, yang juga punya pantat sangat besar. Anaknya dinamai Callipyge, yang berarti “pantat indah” dalam bahasa Yunani.
Ternyata ada enam gen yang mempengaruhi ukuran pantat domba. Ketika peternak mengawinkan domba Callipyge, semakin jelas kalau sifat ini tidak mematuhi aturan Mendel. Pada akhirnya, para peneliti menemukan kalau fenotipe pantat besar hanya dihasilkan ketika sang ayah menurunkan sifat tersebut. Domba Callipyge tidak dapat menurunkan pantat besar pada keturunannya.
Alasan di balik pencetakan genomik masih belum jelas. Dalam kasus domba Callipyge, para ilmuwan menduga ada sebuah mutasi dalam gen yang mengatur gen lainnya, namun mengapa ekspresi gen ini dikendalikan oleh kromosom ayah masih misteri.
Baca lanjutannya: Hukum Mendel Sebenarnya Bukan Hukum dalam Pengertian Ilmiah (Bagian 2)