5 Misteri Dunia yang Berhubungan dengan Indonesia (Bagian 2)

5 Misteri Dunia yang Berhubungan dengan Indonesia

Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (5 Misteri Dunia yang Berhubungan dengan Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

4. Atlantis

Atlantis merupakan pulau legenda yang disebutkan Plato pada dialognya, Timaeus dan Criticias, yang ditulis sekitar 360 SM. Atlantis digambarkan oleh Plato sebagai negara besar dengan peradaban maju, yang tiba-tiba hancur dan tenggelam karena mengalami gempa bumi akibat letusan beberapa gunung berapi secara bersamaan serta banjir dalam waktu semalam, ketika akan melancarkan perang besar dengan Athena.

Plato mengisahkan, pada zamannya, Atlantis merupakan pusat peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lain. Berbagai hipotesis lokasi sudah bermunculan, konon Atlantis dulu ada di daerah Yunani, Spanyol, Timur Tengah, Amerika Selatan, hingga Kutub Utara.

Pada tahun 2005, Prof. Arysio Nunes dos Santos, seorang atlantolog, geolog, dan fisikawan nuklir asal Brazil, mengungkapkan hasil risetnya selama 30 tahun dalam buku “Atlantis: The Lost Continent Finally Found”, bahwa Atlantis terletak di wilayah yang sekarang bernama Indonesia. 

Santos mengatakan bahwa pada masa lalu Atlantis terbentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur, dengan Indonesia sebagai pusatnya. Hal tersebut diungkapkannya setelah membandingkan 33 keadaan seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani.

Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan apa yang disebutkan oleh Plato, mulai dari sistem teras sawah yang diadopsi Piramida di Mesir dan bangunan kuno Aztec di Meksiko, jumlah rantai gunung berapi di Indonesia yang meletus secara bersamaan menyebabkan Indonesia yang awalnya menyatu jadi terpisah-pisah, hingga kemungkinan sistem kanalisasi penyaluran semburan lumpur panas di masa lalu yang belakangan menyembur di Porong, Sidoarjo.
 
5. Michael Rockefeller 

Keluarga Rockefeller adalah salah satu keluarga kaya di Amerika Serikat yang tidak hanya masuk ke dunia industri, tapi juga politik dan perbankan. Keluarga ini dianggap kaya raya di akhir tahun 1800-an dan awal 1900-an, ketika minyak bumi mereka mencapai booming di bawah bendera perusahaan Standard Oil, walau pada tahun 1911 pengadilan Amerika Serikat memenangkan gugatan Theodore Roosevelt (presiden Amerika Serikat saat itu) atas tuduhan praktik monopoli ilegal.

Perusahaan minyak Exxon, Mobil dan Chevron, keuntungannya mengalir ke keluarga Rockefeller. Keluarga ini dikenal juga memiliki Chase Manhattan Bank yang sekarang menjadi bagian dari JP Morgan Chase.

Michael Clark Rockefeller merupakan generasi keempat keluarga Rockefeller. Dilahirkan pada 18 Mei 1938, anak bungsu dari 5 bersaudara ini meraih gelar cumlaude dari Universitas Harvard untuk bidang sejarah dan ekonomi. Michael juga dikenal suka dengan dunia arkeologi, dia suka mengumpulkan artefak-artefak kuno dari penjuru dunia. 

Setelah mengabdi pada negara dengan menjadi prajurit selama 6 bulan, Michael bekerja untuk Museum Arkeologi dan Etnologi Peabody di tahun 1961. Pada 17 November 1961, Michael yang saat itu berusia 23 tahun, bersama seorang antropolog asal Belanda bernama René Wassing menaiki perahu sepanjang 12 meter yang akhirnya terbalik karena hujan badai sekitar 5 km dari tepi pantai Papua.

Terapung-apung selama beberapa waktu, pagi 19 November 1961, Michael mengatakan pada René, “I think I can make it,” lalu berenang ke tepian. Saat itu jarak antara mereka dan tepi pantai sekitar 19 kilometer. René diselamatkan pada hari berikutnya, sementara Michael tidak ditemukan di mana pun. Dugaan sementara Michael kepanasan, kelelahan, lalu tenggelam.

Hilangnya Michael membuat sang ayah, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur New York, menyewa Boeing 707 dan terbang bersama tentara untuk mencari Michael. Setelah 10 hari pencarian yang melelahkan, akhirnya perburuan dihentikan. 

Pada 1968, seorang editor majalah New York, Milt Machlin, terbang ke Papua dan bertemu seorang pensiunan tentara Belanda dan misionaris, Cornelius Van Kessel, yang menyatakan bahwa seminggu setelah pencarian Michael, muncul desas desus Michael ditangkap, dibunuh, dan dimakan oleh suku Asmat sebagai balas dendam atas serangan polisi kulit putih beberapa tahun sebelumnya. 

Kembali ke New York dengan rasa percaya tidak percaya, Machlin mengirim fotografernya, Malcolm Kirk, untuk kembali ke Papua.

Hasil rekaman Kirk memuat seorang kulit putih berjanggut sedang menaiki kano bersama suku Asmat lainnya. Tapi rekaman itu disimpan oleh Machlin, dan baru terungkap 40 tahun kemudian oleh Fraser Heston. Mungkinkah itu adalah Michael? Atau hanya warga setempat yang albino? Masih jadi pertanyaan.