Ribetnya Urusan Jodoh, dari Zaman Socrates sampai Tinder


Socrates, filsuf Yunani terkenal, mengatakan kalimat terkenal yang terus diabadikan hingga zaman sekarang. “Bagaimana pun juga menikahlah,” kata Socrates. “Kalau kau berjodoh dengan wanita yang baik, kau akan bahagia. Kalau kau berjodoh dengan wanita yang buruk, kau akan menjadi filsuf sepertiku.”

Socrates mungkin sedang ingin mengolok-olok diri sendiri. Kenyataannya, dia memiliki pasangan yang bisa dibilang buruk, yaitu wanita bernama Xantipphe, yang tidak hanya buruk secara fisik namun juga buruk dalam sifat. Namun, sebagaimana yang dikatakan Socrates, “Bagaimana pun juga menikahlah.” 

Maka orang-orang pun terus berusaha mendapatkan jodoh agar bisa menikah, tak peduli seperti apa pasangan mereka kelak, dan hal itu terus berlangsung dari zaman ke zaman. Meski, kadang-kadang, memutuskan untuk menikah atau tidak juga bukan soal mudah.

Bagi Charles Darwin, menentukan apakah ia akan menikah atau tidak bukanlah perkara sepele. Ilmuwan yang sohor atas karyanya, “On the Origin of Species”, itu sampai harus membuat perhitungan untuk mengambil keputusan menikah atau tidak. Darwin memasukkan beberapa daftar keuntungan yang didapat jika ia menikah, lalu diadu dengan keuntungan-keuntungan seandainya ia memilih sendiri.

“(Jika menikah) anak-anak, (kumohon Tuhan), pendamping hidup selamanya (dan teman di masa tua), objek dicintai dan bermain bersama—lebih baik daripada anjing tentu saja [...] (Jika tidak menikah) kebebasan untuk pergi ke mana saja, berbincang dengan orang-orang pintar di klub, tidak dipaksa untuk mengunjungi kerabat dan membungkuk pada hal-hal sepele,” tulis Darwin dalam jurnal miliknya, tertanggal 11 November 1838.

Selepas membuat hitung-hitungan, Darwin akhirnya menemukan bahwa menikah memiliki lebih banyak keuntungan. Pada 29 Januari 1839, Darwin akhirnya mempersunting Emma Wedgwood, sepupu sekaligus pujaan hatinya.

Secara konsep, perhitungan berusia 180 tahun yang digagas Darwin itu masih dimanfaatkan hingga kini. Adu mana yang lebih untung, mencocok-cocokkan kesamaan dan perbedaan, dan tindakan sejenis, jadi bagian tak terpisahkan dalam penentuan pasangan hidup banyak orang. 

Kini, melalui bantuan teknologi, urusan itu jadi mudah dilakukan. Layanan seperti OkCupid, Match, hingga Tinder, ialah contoh aplikasi atau layanan teknologi yang memanfaatkan konsep tersebut.