Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Keberuntungan Ternyata Bisa Dipelajari, Begini Cara Mendapatkannya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Bagaimana ketegangan ini bisa membuat orang tidak bisa menangkap peluang, tampak dari percobaan ini. Sekelompok orang—beruntung dan tidak beruntung—dimnta melihat kursor yang bergerak-gerak di tengah layar komputer. Tanpa ada tanda-tanda, sebuah titik besar kadang muncul di ujung layar. Hampir semua orang yang ikut percobaan ini, melihat titik besar yang muncul di ujung layar.
Nah, bagaimana jika mereka diberi ketegangan? Begini caranya. Ada kelompok satunya, beruntung dan tidak beruntung. Mereka dijanjikan hadiah uang besar jika memperhatikan kursor di tengah layar. Mereka jadi tegang dan memusatkan perhatian pada kursor di tengah layar. Hasilnya, hampir sepertiga peserta tidak bisa melihat titik besar di ujung layar.
Orang yang tidak beruntung terlalu fokus pada satu hal sehingga melupakan hal lain yang kadang membawa keberuntungan. Hal ini tampak bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari.
Saat orang yang selalu tidak beruntung pergi ke pesta, misalnya, mereka sangat memusatkan perhatian agar bisa mendapatkan pasangan yang sempurna. Akibatnya? Mereka kehilangan kesempatan membuat banyak teman baru, padahal mungkin sekali satu dari banyak teman baru itu adalah orang yang sempurna menjadi pasangannya.
Begitu pula saat mereka melihat iklan lowongan pekerjaan. Orang yang selalu tidak beruntung hanya melihat jenis-jenis pekerjaan yang mereka inginkan, padahal sangat mungkin ada pekerjaan lain. Orang yang beruntung lebih santai dan melihat yang ada di iklan-iklan lowongan, bukan sekadar mencari sesuatu.
Berdasarkan riset, ternyata orang-orang itu selalu beruntung karena hal-hal berikut:
1. Orang beruntung terampil menciptakan dan melihat peluang bagus.
2. Orang beruntung membuat keputusan beruntung karena mengikuti naluri.
3. Orang beruntung menciptakan sugesti diri yang positif.
4. Orang beruntung cenderung bersikap tabah sehingga nasib sial berubah menjadi baik.
5. Orang beruntung menelaah pilihan hidup secara rasional sekaligus merasakannya, tidak hanya sisi rasional semata. Sisi perasaan ini menjadi alarm dan membuat orang berhati-hati mengambil keputusan.
6. Orang beruntung selalu mencoba hal yang baru, berbeda dengan orang yang tidak beruntung yang selalu melakukan hal rutin. Orang yang tidak beruntung selalu berangkat dan pulang kerja dengan rute sama. Begitu pula dengan saat pergi ke pesta misalnya, orang yang beruntung dengan riang mengajak mengobrol orang-orang dengan baju warna sama, misalnya. Sedang yang tidak beruntung, hanya mengobrol dengan orang yang sudah dikenal. Akibatnya, ia banyak kehilangan kesempatan yang mungkin membawa keberuntungan.
7. Orang beruntung cenderung melihat sisi positif jika ada masalah. Jika terjatuh dan keseleo, misalnya, masih bersyukur karena tidak patah kaki.
Wiseman kemudian mencoba-coba, barangkali keberuntungan bisa dipelajari. Ia pun membuat "kursus keberuntungan", yang mengubah nasib seseorang.
Psikolog ini meminta sekelompok orang yang beruntung dan tidak beruntung untuk ikut kursus selama sebulan. Mereka menjalani latihan yang memaksa mereka berpikir dan berperilaku seperti orang beruntung semua. Latihan ini membantu mereka melihat peluang, mendengarkan naluri, berharap beruntung, dan lebih tabah saat tidak beruntung.
Sebulan kemudian, orang-orang itu kembali dan melaporkan apa yang terjadi. Hasilnya dramatis, 80 persen orang itu sekarang lebih bahagia, lebih puas dengan hidup mereka, dan--yang terpenting--lebih sering beruntung.
Orang yang semula sudah merasa sering beruntung menjadi jauh lebih beruntung, sedang yang tadinya tidak pernah beruntung menjadi beruntung. Carolyn, misalnya. Ia lulus ujian SIM, tidak lagi gampang kecelakaan, dan lebih percaya diri.