Mungkinkah Manusia Bisa Hidup dan Bekerja Bersama Robot? (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mungkinkah Manusia Bisa Hidup dan Bekerja Bersama Robot? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Robot membantu, bukan menggantikan

Belajar bagaimana untuk bekerja bersama robot akan menjadi hal yang penting. "Ada beberapa kasus ketika mesin mengambil beberapa pekerjaan yang berulang-ulang sehingga manusia terbebaskan untuk bisa mengerjakan aspek-aspek lain yang lebih bermanfaat dari pekerjaan itu," kata James Manyika dari McKinsey Company.

"Ini bisa mengurangi tekanan atas upah secara besar-besaran karena mesin yang akan mengerjakan tugas yang berat. Juga bisa berarti bahwa lebih banyak orang yang mampu melakukan pekerjaan bersangkutan sehingga lebih banyak pula persaingan."

Di sini ada isu yang lebih besar. Dengan ancaman pendapatan yang lebih kecil dan kemungkinan tidak bekerja membayang-bayangi pekerja kelas menengah, pemerintah akan menghadapi beberapa masalah, seperti penurunan pendapatan pajak dan para pemilih yang tidak puas.

Untunglah ada beberapa hal yang bisa dilakukan manusia yang, pada masa ini, tidak bisa dilakukan oleh mesin.

Salah satu contohnya bisa dilihat dari para peneliti di Singapura, yang berupaya untuk mengajar dua lengan robot otomatis untuk merakit kursi Ikea. Walau menggunakan beberapa peralatan canggih, mesin itu berjuang untuk menuntaskan tugas-tugas yang paling mendasar.

Bahkan mengidentifikasi objek dari campuran bagian-bagian kursi yang berantakan merupakan tantangan besar bagi robot tersebut. Dalam uji terbaru, robot-robot memerlukan waktu lebih dari satu setengah menit hanya untuk memasukkan paku ke kaki kursi. Dan itu baru satu perabot.

"Tantangan sebenarnya muncul ketika Anda ingin robot merakit beberapa bagian perabot," jelas Nick Hawes, dari School of Computer Science, Universitas Birmingham.

"Robot mungkin bisa merakit laci Ikea namun akan berjuang untuk merakit lemari dari jenis yang sama karena bagian-bagiannya berbeda walaupun tahap-tahap perakitannya sama. Manusia tidak akan menghadapi masalah seperti itu."

Keunggulan manusia

Kelenturan dan kepribadian yang lebih baik membuat ada beberapa hal yang lebih baik jika dilakukan manusia.

"Dengan otomatisasi banyak pekerjaan yang berulang, kita akan melihat meningkatnya tuntutan untuk keterampilan kreatif," kata Brynjolfsson.

"Kita juga akan bisa melihat meningkatnya tuntutan untuk keterampilan sosial, keterampilan dalam hubungan pribadi yang bisa membina, yang peduli, bisa mengajar, persuasif, dengan kemampuan bernegosiasi, dan pintar menjual. "

Frey menegaskan, ada beberapa area yang menjadi keunggulan manusia.

"Yang pertama adalah interaksi sosial," kata Frey. "Coba kita pikirkan keragaman dari interaksi sosial yang rumit dalam pekerjaan sehari-hari, yaitu ketika berunding, atau mempengaruhi orang, membantu orang lain atau melayani pelanggan. Kita mengelola tim, begitulah seterusnya. Jadi hampir tidak terpikirkan jika komputer akan mengganggu pekerja manusia yang melakukannya."

Keunggulan lainnya adalah kreatifitas. Komputer amat bagus dalam menyederhanakan masalah dan melakukan tugas yang berulang tanpa rasa bosan. Sementara bagi manusia, jenis pekerjaan itu membosankan.

MIT meluncurkan sebuah prakarsa Ekonomi Digital dengan dana US$1 juta atau sekitar Rp14 miliar untuk mendorong dunia usaha agar memanfaatkan 'sifat-sifat manusia' tersebut untuk berjalan berdampingan bersama teknologi.

"Jumlah yang saat ini kita bayar untuk pengasuh dan perawat bagi orang tua amat besar," kata McKinsey's Manyika. "Dengan pemikiran yang sama, banyak pekerjaan artistik dan kreatif yang tidak pernah menghasilkan uang. Jadi tantangannya adalah bagaimana kita membayar karya kreatif yang bernilai, atau tugas-tugas lain yang kita tidak mau dikerjakan oleh mesin."

Alex Harvey, Kepala Penelitian di Ocado Technology, yang mengembangkan perangkat lunak dan teknologi untuk bagian ritel, mengatakan dunia sudah dirancang dan dibangun untuk manusia, dan membangun robot untuk beroperasi secara alamiah dalam lingkungan yang rumit merupakan tantangan teknologi besar.

Salah satu proyek Ocado adalah bekerja sama dengan universitas-universitas di Eropa untuk tugas perawatan yang disebut SecondHands atau TanganKedua, yang bisa menggambarkan kemungkinan kolaborasi manusia dan robot.

"Kemampuannya untuk megangkat barang jauh lebih tinggi dari manusia, misalnya," jelas Harvey. "Robot yang sederhana dilihat dari tugas yang bisa dilakukan, namun akan bisa membentuk tim yang baik dengan teknisi manusia yang menjadi pemimpinnya, yang menggunakan kekuatan otot robot itu."

Namun semakin erat manusia dan robot bekerja sama, semakin suram pula masalah etiknya.

Masalah etik

Sekitar 1,7 juta robot sudah digunakan di seluruh dunia, namun sebagian di situasi industrial yang sedikit sekali dimasuki manusia. Sejalan dengan jumlahnya yang bertambah, peran yang dilakukan juga meluas dengan kemungkinan manusia dan robot bekerja sama secara berdampingan akan meningkatkan risiko yang merugikan.

"Perlu transpransi yang lebih besar sehingga kita bisa memahami bagaimana mereka melakukan hal yang mereka lakukan dan berperilaku dengan cara mereka," tutur Mady Delvaux, wakil ketua komite urusan hukum di Parlemen Eropa.

Dia memimpin upaya untuk mendesak parlemen menyusun peraturan tentang robot dan kecerdasan buatan, AI.

Laporan yang disusun untuk Parlemen Eropa menekankan kebutuhan yang mendesak untuk perundang-undangan baru tentang pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan. Masalah pertanggungjawaban juga muncul jika robot melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Satu algoritme, misalnya, bisa melakukan pilihan dalam transaksi keuangan untuk mencapai tujuan namun berada di luar jaring peraturan yang mengawasi sektor itu.

Baca lanjutannya: Mungkinkah Manusia Bisa Hidup dan Bekerja Bersama Robot? (Bagian 3)