Kisah di Balik 7 Tempat Wisata Bersejarah di Surabaya (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah di Balik 7 Tempat Wisata Bersejarah di Surabaya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

4. Monumen Jalesveva Jayamahe

Tak kalah dengan New York yang memiliki kebanggaan Patung Liberty, Surabaya punya Monumen Jalesveva Jayamahe (Monjaya) sebagai ikon kebanggaan. Sosok perwira menengah berpangkat kolonel, berpakaian lengkap (tenue PDU-I) menatap ke arah laut, mewakili generasi bahari yang akrab di sanubari masyarakat Surabaya. 

Monumen dengan tinggian 31 meter dan berdiri di atas bangunan setinggi 29 meter itu bukan hanya tetenger TNI AL semata. Patung itu juga berfungsi sebagai mercusuar pemandu bagi kapal-kapal yang melintas di laut sekitarnya.

Monjaya dibangun sejak 1990 dengan biaya Rp 27 milyar. Patung ini pun disebut-sebut tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang berada di mulut pelabuhan New York, dengan ketinggian 85 meter. Monumen sang kolonel itu berangka baja dan berkulit tembaga, dirancang oleh pematung kenamaan asal Bandung, Nyoman Nuarta.

Pendirian monumen yang digagas Laksamana TNI Muhammad Arifin, Kepala Staf TNI Angkatan Laut pada waktu itu, diharapkan dapat menambah semaraknya Ujung Surabaya, yang berarti ikut menambah indahnya Surabaya sebagai kota Pahlawan dengan sang kolonel sebagai ikon kebanggaan.

Di pelataran Monjaya, terdapat sebuah gong besar yang dibuat dan diresmikan bersamaan dengan patung Monjaya. Gong raksasa tersebut berdiameter 5 meter, tebal 6 milimeter, berat 2,2 ton. Gong tersebut biasa disebut Kiai Tentrem.

5. Museum Kesehatan

Dunia medis telah berkembang demikian pesat. Lalu benarkah sebagiannya bermula dari tradisi pengobatan tradisional berbau mistis? Apakah santet benar-benar ada? Apakah bisa diperacaya, sakit yang diderita seseorang karena ada paku, rambut, gotri, atau tanah kuburan, di perut dan dadanya? 

Jawabannya bisa Anda temukan di Museum Kesehatan yang berlokasi di Jl. Indrapura 17 Surabaya. Ya, di museum yang kerap disebut orang sebagai museum santet ini, menyediakan catatan ilmiah dari hasil penelitian bidang kesehatan yang berkembang di tanah zamrud katulistiwa ini.

Di salah satu ruang pamernya, terdapat etalase khusus yang menyimpan segala hal menyangkut santet. Ada alat santet berbentuk mangkok gerabah dan boneka orang dengan perut tertancap paku. Ada telor busuk, rambut, benang, dan banyak lagi. 

“Alat santet itu kita dapatkan dari dukun santet asli. Sedangkan yang ada di sekitarnya adalah barang-barang yang berhasil dikeluarkan dari tubuh orang yang terkena santet,” jelas Mubaroch, Kepala Subbid Jaringan Informasi dan Perpustakaan Puslitbang Sisjakkes (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan).

6. Tugu Pahlawan & Museum Perjuangan 10 November

Monumen perjuangan Arek-arek Suroboyo itu terasa kian tenggelam oleh perkembangan kota yang beringas. Monumen Tugu Pahlawan 10 November 1945 di kota Surabaya terletak di bekas markas Ken Pe Tai atau polisi militer Jepang. 

Pada masa penjajahan Belanda, gedung tersebut dikenal sebagai kantor Raad Van Justitie (gedung pengadilan tinggi). Gedung yang persis berhadapan dengan kantor Gubernur Jawa Timur itu hancur pada pertempuran 10 November 1945 silam.

Dipilihnya lokasi ini untuk berdirinya Monumen Perjuangan, dianggap sangat tepat. Karena di tempat inilah pertempuran yang paling dahsyat terjadi. Di sini pula arek-arek Suroboyo berhasil melucuti senjata tentara Jepang, yang dekat viaduct, tempat pertahanan terkuat dalam menghadapi sekutu. 

7. Ekowisata Mangrove Wonorejo

Surabaya patut berbangga karena memiliki Hutan Mangrove Wonorejo, Rungkut. Artinya, geliat perkembangan kota segemerlap apa pun, tetap menyisakan lahan penyelamat lingkungan dari bahaya erosi dan banjir. 

Bozem Wonorejo, di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), selain difungsikan sebagai bendungan juga dapat dimanfaatkan sebagai wisata air dan ekowisata. Ide pengembangan wisata mangrove Surabaya ini sekaligus sebagai upaya untuk memanfaatkan waduk untuk mengendalikan banjir.

Ekowisata Mangrove Wonorejo pun makin ditata dan dijadikan salah satu tempat referensi bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Ketua pengelola tempat ekowisata mangrove mengatakan, tempat ini memiliki potensi besar untuk menarik pengunjung datang berwisata pantai dan wisata hutan bakau yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan mangrove, yang juga dapat dibudidayakan keberadaannya.