10 Film Terbaik tentang Dunia Jurnalistik yang Perlu Ditonton (Bagian 2)



Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (10 Film Terbaik tentang Dunia Jurnalistik yang Perlu Ditonton - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

7. Salvador (1986)

Wartawan yang mendapat kemahsyuran hanya sedikit. Sebagian besar wartawan hanya jadi pekerja rutin yang mencari berita lalu menulis laporannya. Ini kisah sang wartawan Richard Boyle (James Woods) saat Reagan baru saja menang pemilu menggantikan Jimmy Carter.

Boyle wartawan yang sulit mencari kerja. Ia pemabuk, dan lebih sering teler ketimbang memotret objek berita. Oliver Stone mengangkat kisah Boyle saat bertualang ke El Salvador bersama kawannya (Jim Belushi). Negeri yang tengah dirundung konflik ini pernah didatanginya dulu. Ia punya kenalan pejabat di sana—juga istri dan anak. 

Dipikirnya, ia bisa kembali menjual berita di sana. Tapi pejabat penindas rakyat—termasuk pada keluarga istrinya—memaksanya tak bisa tinggal diam. Ia meracau bahkan menyudutkan sang pejabat. Inilah pelajaran pentingnya. Wartawan berperangai kacau pun punya hati nurani, mampu menentukan mana yang benar dan salah.

8. War Photographer (2001)

Kamera (film) mini ditempatkan di kamera (foto) milik James Nachtwey, fotografer andal yang hasil fotonya menghiasi lusinan majalah berita dari Eropa hingga Amerika. Walhasil, penonton melihat apa yang Nachtwey lihat saat memotret. 

Kita telah jadi mata kameranya. Yang berarti pula mata sang fotografer. Momen yang ditangkap Nachtwey, itu pula yang kita lihat. Nachtwey melintasi negeri, pergi dari satu daerah konflik ke daerah konflik lainnya.

Dari bekas reruntuhan perang Bosnia sampai Indonesia. Sebagai fotografer perang, nyawanya sering terancam (sahabatnya tewas di dekatnya saat bertugas). Inilah film yang memperlihatkan foto-foto menawan dari daerah perang yang kita lihat di majalah sambil menyeruput kopi atau makan keripik, hadir berkat taruhan nyawa sang juru foto.

9. The Hunting Party (2007)

Berita eksklusif harus didapat. Itu motto setiap wartawan. Di Bosnia pasca perang, yang eksklusif adalah saat Anda bisa mewawancarai penjahat perang yang diburu tentara internasional. Tapi, bagaimana bila pada kenyataannya tentara internasional—termasuk AS yang biasanya getol mengecam kejahatan HAM—justru membiarkan penjahat perang bebas berkeliaran? Itulah premis utama film ini. 

Wartawan perang veteran (Richard Gere) yang sering mengacau, sahabatnya yang telah hidup lurus dan meraih jabatan (Terrence Howard), plus wartawan bau kencur, menyusuri belantara bekas pecahan Yugoslavia demi mencari si buronan.

Saat akhirnya mereka “menemukan”-nya, sang wartawan veteran perang mengambil sikap: ini bukan lagi urusan jurnalistik, tapi semacam pembalasan dendam. Adegan terakhir saat buruannya “dilepas” tak bisa hilang dari ingatan saya.

10. Almost Famous (2000)

“Honey, you’re to sweet for rock and roll…” begitu ucapan seorang groupie (diperankan Kate Hudson) pada William Miller (Patrick Fugit), wartawan amatir, masih SMA, pemalu, kutu buku, tapi fans berat rock and roll (dari koleksi musik milik kakaknya yang kabur dari rumah). 

Miller yang baik semula hanya mendengar musik rock, lalu menghayatinya dalam-dalam. Namun, bukan begitu caranya menikmati musik anti kemapanan itu.

Rock and roll bukan sekadar genre musik. Ia tak hanya untuk didengar. Tapi juga dilakoni. Kesempatan melakoni gaya hidup rock and roll dirasai Miller saat berkesempatan ikut tur keliling sebuah band untuk laporan yang diminta majalah Rolling Stone. 

Ia jadi saksi jatuh-bangun band itu, berikut bagaimana kehidupan nyata anak band. Pada akhirnya, Almost Famous tidak hanya salah satu film paling penting tentang rock and roll, melainkan juga sebuah film tentang kewartawanan yang tak boleh dilewatkan.