Palmistri, Ilmu Membaca Garis Telapak Tangan yang Berasal dari Zaman Kuno


Melihat sejumlah cap tangan di dalam gua-gua prasejarah, maka ditunjukkan bahwa minat manusia terhadap tangan sudah ada sejak zaman batu. Demikian juga dengan penemuan arkeologis berupa tangan-tangan yang dibuat dari batu, kayu dan gading oleh peradaban-peradaban di masa lampau. 

Kaisar dari Cina menggunakan cap jempolnya untuk menyegel dokumen pada tahun 3000 SM. Informasi tentang aturan dan praktek pembacaan tangan telah ditemukan di dalam skrip-skrip vedic, Injil, dan tulisan di masa awal Semitic. 

Aristoteles (384-322 SM) menemukan sebuah risalah pada palmistri (ilmu garis telapak tangan) di sebuah perubahan untuk dewa Hermes. Dokter-dokter Yunani, Hypocrites dan Galen (130 SM - 200) adalah yang banyak mengetahui seputar penggunaan palmistri sebagai bantuan pengobatan. Julius Caesar (102 – 44 SM) menghakimi orang-orangnya dengan palmistri.

Sayangnya, praktek palmistri ditekan oleh pihak Gereja Katolik dan menyebutnya sebagai praktek pemujaan setan. Minat banyak orang telah dikekang, sehinga gereja mulai kehilangan pengaruhnya dalam pandangan masyarakat umum. 

Orang-orang terkenal seperti Paracelsus (1493-1541) dan Fludd (1574-1637) kembali mengangkat kehormatan palmistri melalui tulisan mereka. Kemudian Dr. Carl Carus, dokter untuk Raja Saxony di abad ke-19, mencocokkan telapak tangan dengan kepribadian seseorang. Kemajuan dalam ilmu genetika, psikologi dan forensik sudah mendorong palmistri ke era modern.

Dermatoglyphics adalah ilmu yang mempelajari kulit telapak tangan. Kata tersebut terdiri dari dua kata, yakni “derma”, artinya kulit dan “glyphs” artinya garis-garis yang terukir. Apabila kita sekarang berbicara tentang Dermatoglyphs, maka sebagian besar berhubungan dengan sidik jari, meskipun banyak garis-garis lainnya pada telapak tangan.

Sidik jari kita dibentuk secara utuh dalam 16 minggu setelah pembetukan janin dari embrio, dan 5 bulan penuh sebelum kita dilahirkan. Sidik jari tidak akan berubah lagi, dengan setiap sidik jari tersusun atas 50 sampai 100 garis.

Para peneliti menemukan epidermal ridge memiliki hubungan yang bersifat ilmiah dengan kode genetik dari sel otak, dan potensi inteligensia seseorang. Penelitian dimulai oleh Govard Bidloo pada tahun 1685. Lalu, berturut-turut dilakukan oleh Marcello Malpighi (1686), J.C.A. Mayer (1788), John E. Purkinje (1823), Dr. Henry Faulds' (1880), Francis Galton (1892), Harris Hawthorne Wilder (1897), Noel Jaquin (1958).

Beryl B. Hutchinson tahun 1967 menulis buku berjudul Your Life in Your Hands, sebuah buku tentang analisis tangan. Terakhir, hasil penelitian Beverly C. Jaegers (1974), sidik jari tercermin dalam karakteristik dan psikologi seseorang. Hasil penelitian mereka telah dibuktikan di bidang antropologi dan kesehatan.

Tahun 1901, Scotland Yard (Kepolisian Inggris) mengadopsi teknik sidik jari ke dalam penyelidikan dan identifikasi para penjahat. Para peneliti medis yang mempelajari pola-pola kulit (dermatoglyphics), sudah menemukan hubungan antara kelainan-kelainan genetik dan tanda-tanda tidak umum pada tangan.

Riset telah menetapkan adanya mata rantai antara pola sidik jari yang spesifik dan penyakit jantung. Dewasa ini palmistri telah diterima dengan baik di seluruh dunia. Peramal-peramal profesional pembaca garis telapak tangan dapat ditemukan di seluruh dunia. Begitu juga banyak buku yang ditulis mengenai palmistri yang bisa dijadikan acuan.