Mengenal Tsundoku, Penyakit Kronis Si Kutu Buku

Mengenal Tsundoku, Penyakit Kronis Si Kutu Buku

BIBLIOTIKA - Ada sebagian orang yang sangat tergila-gila pada buku, dan biasanya mereka dikenal sebagai kutu buku. Yaitu orang yang senang buku, senang membeli buku, dan senang membaca buku. Bagi mereka, koleksi buku adalah koleksi berharga. Sebegitu berharga, sampai-sampai mereka sering keberatan jika ada orang yang ingin meminjam.

Di antara keunikan para kutu buku, ada satu kebiasaan yang mungkin dialami cukup banyak orang, yaitu senang membeli buku, tapi kemudian tidak dibaca. Jadi, buku-buku itu dibeli, ditumpuk di rumah, tapi tidak dibaca. Alasan buku-buku itu tidak dibaca bisa beragam. Bisa karena malas, karena ketiadaan waktu, atau karena hal lain. Yang jelas, mereka senang mengumpulkan buku, tapi tampaknya kurang senang membacanya. Perilaku atau kebiasaan semacam itu disebut tsundoku.

Istilah tsundoku berasal dari Jepang. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika seseorang membeli buku tapi tidak mambacanya, ditumpuk begitu saja di rak atau di tempat lain. Tsundoku bisa makin parah jika kita tidak mampu mengontrolnya. Ada kejadian luar biasa terkait tsundoku di Amerika yang dialami seseorang bernama Frank Rose. Dia mengalami tsundoku parah, sampai-sampai mempunyai buku yang belum dibaca hingga 13.000.

Lalu, kenapa membeli buku tetapi tidak dibaca? Berikut ini beberapa hal yang biasanya melatari hal tersebut.

Lapar mata

Sudah tahu di rumah masih banyak buku yang belum dibaca. Tapi, begitu melihat ada buku baru terbit, naluri belanja buku kembali datang. Terus akhirnya ngeles, “Wah, ini buku kayaknya cocok buat dibaca pas liburan.” Liburan datang, tapi buku tidak dibaca, malah main entah ke mana.

Membeli buku yang tidak dibutuhkan

Ini sering terjadi karena mengikuti tren yang lagi viral. Misalnya ada yang bilang buku A bagus. Nah, karena penasaran, otomatis ingin beli. Meskipun sebenarnya mungkin tidak membutuhkan. Akhirnya, setelah dibeli cuma dilihat sekilas, kemudian ditumpuk lagi.

Isi buku tak sesuai harapan

Ini biasanya terjadi jika di toko buku tak disediakan sampel yang sudah dibuka. Sebagai konsumen yang baik, tak berani buka-buka segel. Akhirnya, dengan tekad dan ekspektasi buku tersebut pasti bagus, buku itu pun dibeli. Sampai rumah, begitu dibuka, isinya tak sesuatu harapan, lalu tak dibaca, dan hanya ditumpuk lagi.

Mungkin lebih baik jika banyak buku yang tidak dibaca, disumbangkan saja ke perpustakaan, pasti akan lebih bermanfaat.

Baca juga: Tips dan Kiat Jitu Menata Buku