
BIBLIOTIKA - Bitcoin telah menjadi mata uang virtual yang populer, dan telah digunakan banyak orang di internet sebagai sarana pembayaran atau transaksi. Sebagian orang bahkan menjadikan bitcoin sebagai investasi, dan sebagian mereka mendapatkan keuntungan besar melalui investasi tersebut. Namun, terkait bitcoin, sampai saat ini masih belum jelas siapa penciptanya.
Awalnya, pada 2009, Satoshi Nakamoto disebut sebagai pencipta bitcoin, meski nama itu diduga hanya samaran, dan sosoknya tak pernah bisa ditemui. Lalu pada bulan Mei 2016, pengusaha teknologi asal Australia, Craig Wright, mengklaim bahwa dialah yang menciptakan bitcoin.
"Saya memainkan peran yang utama, tapi juga dibantu beberapa orang lain," kata Craig, kepada media waktu itu. Transaksi pertamanya adalah mengirim 10 bitcoin ke Hal Finney, pada Januari 2009. Meski begitu, sebagian kalangan masih meragukan kalau Craig Wright yang benar-benar menciptakan bitcoin.
Yang jelas, sejak dimulai pada 2009, nilai tukar atau valuasi bitcoin terus meningkat. Bahkan dalam setahun ini nilainya meningkat gila-gilaan. Sebagai gambaran, 1 bitcoin dihargai US$0,3 (sekitar Rp4.000) pada Januari 2011. Dan 7 Desember 2017 menjadi US$14.000 (Rp189 juta).
Tidak jelas apa yang menjadi faktor penentu dari naik atau turunnya harga atau nilai tukar bitcoin tersebut. Ketika Cina mengumumkan tidak sahnya bitcoin pada September 2017, harga tukarnya turun dari US$ 4.600 menjadi US$ 3.200.
Fakta-fakta seputar Bitcoin
Bitcoin adalah mata uang virtual yang hanya ada di internet, dan bisa digunakan sebagai alat pembayaran di tempat-tempat tertentu. Tidak semua penyedia jasa atau barang menerima pembayaran bitcoin.
Bitcoin bisa diperoleh dengan cara jual beli. Juga lewat aplikasi Bitcoin Miner, yakni menggali bitcoin dengan cara menguraikan rumus matematika kompleks yang ada di sana melalui jawaban 64 digit yang rumit.
Bitcoin kemudian disimpan dalam dompet digital yang menyerupai internet banking. Akun atau alamat dompet Bitcoin di internet tidak menggunakan nama asli, sehingga sulit dilacak pemiliknya.
Tidak ada otoritas pusat atau negara yang mengatur bitcoin, sehingga rekeningnya tidak bisa dibekukan. Demikain juga uang atau isi rekening pada dompet bitcoin tidak ada yang menjamin.
Sama seperti Bank Indonesia, otoritas Cina melarang bitcoin, dengan alasan risiko investasi pada mata uang virtual itu. Pemerintah Cina menyebut uang virtual itu bisa digunakan untuk pendanaan ilegal dan pencucian uang.
Sejatinya otoritas keuangan di berbagai dunia punya kekhawatiran yang sama. Inggris misalnya, menyebut bitcoin sebagai "investasi yang berisiko tinggi dan spekulatif."
Meski tak melarang, beberapa negara lain juga mengeluarkan peringatan yang sama. Antara lain Singapura, Hong Kong, dan Kanada. Bahkan European Central Bank menilai bitcoin "berpotensi seperti krisis keuangan Belanda pada abad ke-17".
Dengan total 15 juta bitcoin yang beredar di pasaran saat ini, diperkirakan valuasinya mencapai lebih dari US$200 miliar. Negara yang paling aktif menggunakannya adalah Amerika dan Jepang.
Sebagian pesohor dunia mengaku memiliki bitcoin sebagai alat investasi yang menjanjikan. Nilai tukar bitcoin yang terus meningkat adalah salah satu alasannya.
Salah satu investor bitcoin yang mendapatkan keuntungan besar dari kepemilikannya adalah si kembar Cameron dan Tyler Winklevoss. Mereka pertama kali memiliki bitcoin sejak 2013.
Ketika itu, mereka membeli 90.000 bitcoin dengan harga satu bitcoin US$120. Total dana yang mereka pakai untuk membeli bitcoin adalah US$11 juta. Uang yang mereka gunakan membelinya adalah hasil memenangkan gugatan ke Mark Zuckerberg, karena mencuri ide mereka terkait Facebook, senilai US$65 juta. Dari US$11 juta, investasi bitcoin si kembar Winklevoss sekarang lebih dari US$1 miliar.
Kini, kekayaan si kembar Wiklevoss diperkirakan mencapai miliaran dolar, dengan harga satu bitcoin mencapai US$14.000. Karena sejak membelinya pada 2013, mereka tidak pernah menggunakan atau menjualnya.
Baca juga: Pro Kontra Bitcoin di Beberapa Negara