Dampak Positif Kebiasaan Memberi (1)

Dampak Positif Kebiasaan Memberi

BIBLIOTIKA - Di kota saya, ada sebuah perpustakaan umum yang cukup besar milik pemerintah, yang menyediakan ribuan buku dari berbagai disiplin ilmu. Ratusan atau bahkan mungkin ribuan orang di kota saya pun terdaftar sebagai anggotanya, dan setiap hari selalu ada puluhan orang yang keluar masuk perpustakaan ini untuk meminjam dan mengembalikan buku.

Saya termasuk salah satu anggotanya itu. Kecintaan saya kepada buku merupakan salah satu kecintaan yang terbesar dalam hidup saya, hingga saya pun lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli buku dibanding dengan membeli barang-barang lain.

Di rumah, saya juga memiliki sebuah perpustakaan pribadi yang mengoleksi sekitar dua ribu buah buku. Sebagian besar adalah buku psikologi, selebihnya adalah novel, buku sastra dan filsafat. Seorang dosen saya pernah menanyakan, “Dari seluruh buku yang pernah kamu baca, apa intisari yang kamu anggap paling penting dalam hidup ini?”

Nah, dari semua buku psikologi, sastra dan filsafat yang pernah saya pelajari, baik yang ditulis oleh orang barat maupun orang timur, baik buku terbaru maupun buku-buku kuno, intisarinya yang paling penting menyangkut hidup adalah ini: Memberi.

Ya, memberi.

Untuk dapat memperoleh apapun dalam hidup ini, kamu harus memberi. Dan memang, tidak ada apapun yang bisa kamu dapatkan dalam hidup ini tanpa kamu harus memberi. Apakah mungkin kamu berteriak kepada tanah dan memintanya untuk menumbuhkan pohon mangga yang kamu inginkan? Tidak!

Untuk bisa menumbuhkan pohon mangga, kamu harus memberikan biji kepada tanah. Dan itulah salah satu hukum paling penting dalam hidup ini. Kamu berhak mendapatkan apapun, dengan satu syarat mutlak; kamu pun mau memberi.

Siapa yang mengatakan bahwa hidup ini tidak adil? Orang-orang yang mengetahui konsep ini tahu betul bahwa hidup sudah sedemikian adil. Semakin banyak kamu memberi, semakin banyak pula kamu memperoleh. Semakin banyak yang kamu berikan, semakin banyak pula yang kamu dapatkan. Apakah orang-orang semacam Nurcholis Madjid, Gus Dur, Amien Rais dan orang-orang lain yang sekarang kita anggap sebagai orang-orang yang cerdas dan hebat itu memperoleh kecerdasan dan kehebatannya secara langsung dengan tiba-tiba? Tidak!

 Mereka memperoleh semua kecerdasan dan kehebatannya karena mereka telah mau memberikan waktunya, pikirannya, energinya, hidupnya, untuk belajar dan mengabdikan diri. Apakah orang-orang yang hari ini kita kenal sebagai orang-orang sukses itu memperoleh kesuksesannya secara mendadak dalam satu malam? Tentu juga tidak!

Mereka memperoleh semua keberhasilannya karena selama bertahun-tahun mereka telah rela memberikan dirinya kepada proses pembelajaran yang tanpa henti, dan kerja keras yang tanpa kenal lelah.

Nah, di sinilah pemahaman banyak orang tentang hidup seringkali salah kaprah. Mereka hanya mau menerima, namun mereka keberatan untuk memberi. Atau, mereka ingin menerima lebih dulu, baru kemudian akan memberi. Hidup tidak bisa dibohongi. Apapun saja yang kita minta dari hidup ini akan diberikan, dengan syarat mutlak; kita harus mau lebih dulu memberi.

Ada sebuah kisah tentang seorang lelaki yang kedinginan dalam sebuah goa. Dia duduk sambil memegang erat seikat kayu bakar di malam yang dingin membeku, sementara di ujung goa nampak tungku api yang menyala makin redup karena kehabisan kayu bakar. Lelaki itu kemudian berteriak kepada tungku api, “Bila kamu memberiku kehangatan, maka aku akan memberikan kayu bakar ini.”

Baca lanjutannya: Dampak Positif Kebiasaan Memberi (2)