Kekuatan Keyakinan dan Keteguhan Impian (2)

 Kekuatan Keyakinan dan Keteguhan Impian

BIBLIOTIKA - Artikel ini lanjutan artikel sebelumnya (Kekuatan Keyakinan dan Keteguhan Impian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah artikel sebelumnya terlebih dulu.

Nah, ayah si Patti ini suka lari pagi, dan Patti pun sering memperhati-kannya. Suatu pagi ia berkata kepada ayahnya, “Ayah, rasanya aku ingin sekali bisa lari pagi bersama Ayah, tapi aku takut mendapat serangan.”

Ayahnya pun memperbolehkan, dan ia berjanji untuk menjaga anaknya bila sewaktu-waktu Patti mendapat serangan dari penyakitnya. Jadi begitulah, ayah dan anak ini pun melakukan lari pagi setiap hari, dimana sang ayah selalu berjaga-jaga di belakang anaknya. Namun apa yang ditakutkan ternyata tak terjadi. Serangan epilepsi yang diperkirakan akan muncul itu sama sekali tak muncul. Maka Patti Wilson pun kemudian berujar pada suatu pagi, “Ayah, rasanya aku ingin memecahkan rekor dunia lari jarak jauh wanita. Apakah itu mungkin, Yah?”

Nah, apa kira-kira yang akan kamu lakukan bila mendengar seorang cewek kurus, baru enam belas tahun dan menderita epilepsi, memiliki impian besar semacam itu? Menertawakannya? Menganggap dia mimpi di siang bolong? Melecehkan impiannya? Menganggap impiannya mustahil?

Untungnya, Patti Wilson memiliki seorang ayah yang berjiwa besar. Yang dilakukan oleh si ayah adalah segera memeriksa buku Guinnes Book of World Records dan mempelajari dunia lari jarak jauh wanita yang telah masuk rekor. Ia kemudian menemukan bahwa jarak terjauh yang pernah ditempuh wanita manapun adalah delapan puluh mil. Saat hal ini diberitahukan kepada anaknya, Patti Wilson pun kemudian mencanangkan rencana dari impiannya.

Katanya, “Ayah, sekarang aku akan berlari dari Orange County sampai San Fransisco.”  (Itu adalah jarak sejauh 400 mil). “Lalu,” lanjutnya, “Saat aku menjadi mahasiswa tingkat dua, aku akan berlari ke Portland, Oregon.” (Jaraknya lebih dari 1500 mil). “Sebagai mahasiswa tingkat tiga, aku akan berlari ke St. Louis.” (Jaraknya kira-kira 2000 mil). “Dan sebagai mahasiswa tingkat empat, aku akan berlari ke Gedung Putih.” (Ini adalah di atas 3000 mil jauhnya).

Bila diingat bahwa Patti Wilson menderita epilepsi, mungkin impian itu terkesan sangat ambisius. Namun satu hal yang dimiliki oleh cewek ini adalah, dia begitu mempercayai, begitu meyakini, apa yang diimpikannya! Dan ketika impian dipercayai serta diyakini dengan sepenuh hati, keajaiban pun menghampiri.

Tahun itu juga Patti Wilson menyelesaikan perjalanan larinya ke San Fransisco sebagaimana yang telah ia canangkan. Ia berlari dengan mengena-kan kaos merah yang bertuliskan, “Aku Cinta Penderita Epilepsi”. Ayahnya berlari setiap mil di sisinya, dan ibunya yang seorang perawat, mengikutinya di dalam sebuah mobil di belakang mereka untuk berjaga-jaga kalau ada masalah.

Pada tahun kedua kuliahnya, teman-teman sekelas Patti yang tahu impian teman mereka itu pun mendukungnya. Mereka membuat poster raksasa yang berbunyi, “Lari, Patti, Lari!” (Sejak itu, tulisan di poster itu menjadi slogannya, dan slogan itu pulalah yang kelak dijadikan judul buku ketika Patti Wilson menuliskan kisah perjuangannya mewujudkan impian itu).

Pada marathon keduanya ini, dalam perjalanan menuju ke Portland, tulang kaki Patti patah. Dokter yang merawatnya berkata bahwa ia harus menghentikan perjalanannya, karena pergelangan kakinya harus dipasangi gips supaya tidak mengalami cedera permanen.

Mendengar itu, Patti langsung menukas, “Dok, ini tidak main-main! Ini adalah impan besar saya! Saya melakukan ini bukan untuk diri saya sendiri, tetapi juga untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa setiap kita bisa mewujudkan impian meski memiliki keterbatasan! Jadi, tolonglah saya, carikan jalan agar saya tetap bisa berlari!”

Dokter itu kemudian memberikan alternatif untuknya. Ia dapat mem-bungkus kaki Patti yang patah itu dengan perekat, dan bukannya dengan gips. Tetapi ia memperingatkan kepada Patti bahwa itu akan terasa sangat sakit. “Dan juga akan melepuh,” sambungnya.  Tapi Patti tidak peduli.

Cewek yang begitu percaya pada impiannya ini kemudian kembali berlari dan ia berhasil menyelesaikan perjalanan larinya di Portland, lalu menyelesai-kan marathonnya di Oregon. Di sana, ia disambut dengan sukacita oleh Gubernur Oregon dan koran-koran di sana pun langsung menurunkan headline yang sama; “Pelari Super Patti Wilson Menyelesaikan Marathon untuk Epilepsi pada Ulang Tahunnya Yang Ke-17”.

Setelah empat bulan berlari hampir tanpa henti dari daerahnya, Patti pun akhirnya tiba di Washington dan berhenti di Gedung Putih. Ia bersalaman dengan Presiden Amerika yang merasa terharu dengan perjuangannya. Saat ditanya tentang motivasinya, Patty Wilson pun dengan tulus menjawab, “Saya ingin orang-orang tahu bahwa penderita epilepsi adalah orang-orang yang normal dengan kehidupan-kehidupan yang normal pula.”

Lantaran niat dan upaya yang mulia itulah kemudian, sejumlah besar uang berhasil dihimpun untuk membuka pusat penanganan epilepsi sejumlah sembilan belas juta dolar di seluruh negeri!

Kalau Patti Wilson bisa teguh mempercayai impiannya meskipun ia dihambat oleh penyakitnya, apa yang sekiranya bisa kita lakukan dengan fisik yang sempurna ini...?

Percayailah impianmu, yakinilah mimpi-mimpimu!

Baca lanjutannya: Belajar Tanpa Henti, Belajar Tanpa Usai